"Sebetulnya, kalau pemasok ini disiplin memenuhi komitmennya kita tidak perlu mengalami krisis," ujar Arifin.
Kalau melihat dari data angkanya, Arifin mengatakan 40 persen dari total produksi batu bara Indonesia memenuhi spesifikasi untuk kebutuhan pembangkit listrik.
"Jadi kalau dilihat 40 persen kali 600 juta itu ada 240 juta, sedangkan pemakaian domestik itu seperempatnya dari 600 juta, jadi 150 juta," tutur Arifin.
Arifin mengatakan kebijakan DMO sudah dikeluarkan sejak 2014. Dengan kebijakan itu, ia mengklaim selama ini tidak terjadi krisis yang sangat ekstrem atau mendesak.
Namun, pemerintah memutuskan untuk menutup keran ekspor batu bara pada 1-31 Januari 2022. Arifin berujar kebijakan ini diambil lantaran pasokan energi primer untuk pembangkit listrik PLN dan IPP kecenderungannya makin menipis dan bahkan ke arah nihil.
Untuk itu, Arifin mengingatkan bahwa DMO adalah ketentuan yang wajib atau mandatori untuk dipenuhi. Apalagi, selama ini perusahaan batu bara telah diberikan alokasi 75 persen dari total produksi untuk dijual secara komersial atau ekspor.
Baca: Larangan Ekspor Dicabut, Harga Batu Bara Langsung Anjlok dari USD 200 per Ton?
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.