TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Septa Dinata, mengkritik Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia yang menyebut bahwa para pengusaha menginginkan pemilihan umum presiden dan wakil presiden (Pilpres) diundur.
“Landasannya enggak kuat itu. Ekonomi memang penting dan fundamental, tapi alasan ekonomi tidak bisa menjadi landasan untuk menabrak konstitusi, apalagi Undang Undang Dasar. Apalagi situasinya bukan dalam kegentingan,” ujar Septa dalam keterangan tertulis, Selasa, 11 Januari 2022.
Menurut Septa, rujukan sistem hukum Indonesia sebagian besar adalah model kontinental. Para penyelenggara negara perlu meletakkan konstitusi di atas segala-segalanya supaya wibawa negara tetap terjaga.
“Dalam tradisi kontinental, hukum yang tertulis itu sangat penting. Mari belajar menghormatinya. Bukan malah menjadikan aturan, terlebih undang-undang dasar, sebagai bagian dari permainan politik untuk kepentingan sesaat. Ini akan menjadi preseden buruk ke depannya. Gampang sekali mengotak-atik sesuai selera penguasa semasa,” tuturnya.
Septa juga mempertanyakan independensi Komisi Pemilihan Umum dalam menetapkan jadwal pemilu. Menurutnya, kewenangan delegatif dari undang-undang itu ada pada KPU. Namun, alasan perlu berkonsultasi dengan pemerintah menjadi kendala bagi KPU dalam menggunakan kewenangannya tersebut.
“Meski wajib berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah seperti Pasal 75 ayat (4) UU Pemilu, konsultasi tersebut sudah tidak lagi mengikat selerti putusan MK Nomor 92/PUU-XIV/2016. Jika dilihat gelagat soal wacana pemilu mundur, pemerintah dan DPR bisa dilihat pihak yang berkepentingan agar pemilu mundur. Ini sudah tidak sehat,” kata dia.