TEMPO.CO, Jakarta – Jaringan Advokasi Tambang atau Jatam melihat langkah Presiden Joko Widodo alias Jokowi mencabut 2.078 izin usaha pertambangan atau IUP di Indonesia tak perlu dipuji. Sebab, pencabutan izin itu berpotensi membuka ruang eksploitasi baru yang berdampak terhadap percepatan dan perluasan kerusakan lingkungan.
“Langkah Presiden Jokowi yang mencabut ribuan izin tambang minerba itu tak ada yang perlu diapresiasi. Kebijakan pencabutan izin tambang tidak menyentuh perusahaan pemegang KK (kontrak karya) dan PKP2B (perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara yang memiliki rekam jejak buruk nyata selama ini,” ujar Pengkampanye Jatam, Melky Nahar, dalam keterangannya seperti dikutip pada Sabtu, 8 Januari 2022.
Jatam melihat ada perusahaan tambang batu bara besar yang terafiliasi dengan petinggi partai, yang memindahkan warga adat secara paksa di Bengalon, Kalimantan. Masa kontrak perusahaan telah habis pada 31 Desember 2021 namun aktivitas di lapangan terus berjalan.
Hal yang sama terjadi di perusahaan-perusahaan jumbo lainnya. Semestinya, Melky menyatakan, pencabutan IUP berbasis jejak kejahatan korporasi. Selain itu, pencabutan izin mesti menyasar pada perusahaan tambang yang beroperasi di kawasan bencana.
Jatam mencatat, setidaknya terdapat 783 IUP berada di kawasan bencana yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Begitu juga dengan tambang yang berada di kawasan hutan. Pada 2019, Jatam mencatat terdapat 2.196 IUP yang beroperasi di kawasan hutan.