TEMPO.CO, Jakarta - Keputusan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperpanjang masa restrukturisasi hingga April 2023 disambut baik oleh industri perusahaan pembiayaan (multifinance/leasing). Sebelumnya, program yang merupakan salah satu stimulus dari kebijakan countercyclical dampak pandemi Covid-19 OJK ke sektor industri keuangan non-bank (IKNB) itu hanya berlaku sampai April 2022.
Per 27 Desember 2021, total restrukturisasi pembiayaan sudah mencapai Rp 218,95 triliun. Adapun jumlah kontrak yang disetujui permohonannya sebanyak 5,22 juta kontrak restrukturisasi.
Salah satu respons positif dari perusahaan pembiayaan disampaikan oleh Direktur Keuangan PT BFI Finance Indonesia Tbk. (BFI Finance/BFIN) Sudjono. Ia menyatakan, debitur restrukturisasi yang masih tersisa saat ini kebanyakan berasal dari debitur pembiayaan mesin-mesin non-alat berat, alias pegiat sektor manufaktur.
"Ada yang dari masa restrukturisasi awal sampai sekarang (belum pulih). Tapi sisanya sudah di bawah 10 persen dari piutang aktif saat ini," kata Sudjono, Jumat, 7 Januari 2022.
Ia menjelaskan, debitur yang masuk ke dalam kategori terdampak parah Covid-19 biasanya sudah mengambil restrukturisasi sejak periode 2020. Oleh sebab itu, nilainya sudah terus mengecil dan diharapkan sudah habis sebelum batas waktu stimulus berakhir di 2023 nanti.
Sementara itu, Deputi DirekturPT Mandiri Tunas Finance (MTF) Albertus Hendi menyebutkan, sejumlah program restrukturisasi oleh debitur angkutan perjalanan wisata, kendaraan rental di tempat wisata, atau pelaku sektor pariwisata sudah membaik. "Masih ada yang kontraknya sampai Maret 2022, tapi sejauh ini kami lihat semua sudah membaik, terutama karena beberapa di antara mereka sudah dapat diversifikasi bisnis," tuturnya.
Sedangkan Presiden Direktur PT CIMB Niaga Auto Finance (CIMB Niaga Finance/CNAF), Ristiawan Suherman, mengaku sudah tidak memiliki debitur restrukturisasi karena tertolong segmen masyarakat yang masih berani membayar uang muka (DP) tinggi.