TEMPO.CO, Jakarta – PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN merespons larangan ekspor batu bara yang baru saja diterbitkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral atau ESDM. Larangan ini berlaku selama sebulan, 1 sampai 31 Januari 2022, dan akan dievaluasi setelah 5 Januari 2022.
“Pemerintah telah mengambil kebijakan untuk memastikan kebutuhan energi primer PLN khususnya batu bara dapat terpenuhi. Berkat dukungan ini, potensi padamnya listrik 10 juta pelanggan PLN dapat dihindari,” kata Agung Murdifi, Executive Vice President Komunikasi Korporat dan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan PLN, dalam keterangan tertulis, Sabtu, 1 Januari 2022.
Baca Juga:
Sebelumnya, larangan ini dimuat dalam surat Direktur Jenderal Mineral dan Batu bara ESDM Ridwan Jamaludin tertanggal 31 Desember 2021. Larangan terbit setelah Ridwan menerima surat dari Direktur Utama PLN di hari yang sama, kalau pasokan batu bara di perusahaan saat ini kritik dan sangat rendah.
Ridwan menyebut kekurangan pasokan ini akan berdampak pada lebih dari 10 juta pelanggan PLN, mulai dari masyarakat umum hingga industri.
Jika larangan ekspor tidak dilakukan, kata Ridwan dalam keterangan tambahannya, maka hampir 20 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan daya sekitar 10.850 mega watt (MW) akan padam. Menurut dia, persediaan batu bara yang aman di PLTU PLN adalah di atas 20 hari operasi.
Dari 5,1 juta metrik ton (MT) penugasan dari pemerintah, hingga tanggal 1 Januari 2022 hanya dipenuhi sebesar 35 ribu MT atau kurang dari 1 persen. “Jumlah ini tidak dapat memenuhi kebutuhan tiap PLTU yang ada. Bila tidak segera diambil langkah-langkah strategis maka akan terjadi pemadaman yang meluas," kata Ridwan.