TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan pernyataan Bank Sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve (The Fed), tadi malam bisa memicu arus balik modal dari negara berkembang ke negara maju. Lalu bagaimana dampaknya ke Bank Indonesia?
"Hot money di bursa saham akan terpengaruh," ujar dia kepada Tempo, Kamis, 16 Desember 2021.
Dengan kondisi tersebut, Bhima melihat Bank Indonesia memiliki dua pilihan. Pertama, segera menaikkan suku bunga, namun akan memukul sektor riil. Kedua, membiarkan nilai tukar rupiah melemah.
"Ini situasi yang sangat serius. BI berada di posisi yang terjepit," kata Bhima.
Namun demikian, ia menyarankan Bank Indonesia agar terlebih dahulu memikirkan efek ke pertumbuhan kredit sebelum menaikkan suku bunga. Pasalnya, perbankan lebih sensitif terhadap naiknya bunga acuan ketimbang ketika bunga acuan diturunkan.
"Kredit makin mahal maka pengusaha dan masyarakat terancam menurun ability to pay-nya atau kemampuan bayar pinjaman," ujar Bhima.
Sebelumnya The Fed menyatakan akan mengakhiri pembelian obligasi era pandemi pada Maret 2022 dan membuka jalan bagi kenaikan suku bunga tiga perempat poin persentase pada 2022.
Adapun Bank Indonesia akan menggelar konferensi pers secara virtual mengenai hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan Desember 2021 pada siang hari ini. Pengumuman itu akan disampaikan oleh Gubernur BI Perry Warjiyo dan jajarannya.
CAESAR AKBAR | BISNIS
Baca: Yusuf Mansur Digugat Rp 785 Juta karena Wanprestasi Investasi Patungan Hotel
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.