TEMPO.CO, Jakarta - Nengsih, perempuan 55 tahun, gembira bukan main saat mendapat kabar kalau dia termasuk dalam kelompok orang yang berhak mendapat stimulus listrik dari pemerintah melalui PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN.
Bagi Nengsih yang seorang penyandang tuna netra dan bekerja sebagai tukang pijat, uang Rp 50 ribu yang harusnya digunakan untuk membayar listrik, sangat berarti untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Baca Juga:
Ia tinggal di sebuah gang di Kramat Lontar, Paseban, Jakarta. Di rumah berukuran 2,5 x 7 meter itu, Nengsih tinggal bersama adik bungsunya, Rumiyah, yang seorang single parent dan putranya, yang berusia 8 tahun.
Sebelum pandemi Covid-19, adiknya Rumiyah, bekerja di sebuah jasa laundry. Sehari-hari, dia bertugas menyetrika baju-baju konsumen-- sebagian besar anak kos. Namun setelah pandemi, banyak anak kos di area Kramat Lontar yang pulang kampung sehingga laundry tempat Rumiyah bekerja pun sepi. Tak lama, Rumyiah pun kehilangan pekerjaan.
Walhasil saat ini, satu-satunya sumber pemasukan hanya dari Nengsih. Namun pandemi Covid-19, juga telah berdampak signifikan pada pemasukannya. Orang-orang ragu untuk dipijat karena waswas dengan penularan Covid-19.
“Pas sampai di tempat pembayaran, petugasnya bilang ‘ibu dapat subsidi listrik dari PLN’, waduh itu Alhamdulillah banget,” ujar Nengsih kepada Tempo.
Agung Murdifi, Executive Vice President Komunikasi Korporat dan CSR PLN, dalam wawancara dengan Tempo, 13 Desember 2021, menjelaskan stimulus listrik merupakan program Pemerintah yang ditujukan kepada masyarakat atau pelanggan PLN yang membutuhkan dan terdampak oleh pandemi Covid-19.
Sepanjang 2020, mulai April sampai Desember 2020, pemerintah telah memberikan stimulus keringanan pembayaran atau pembelian listrik kepada lebih dari 33 juta pelanggan yang tersebar di seluruh Indonesia dengan total stimulus sebesar Rp 13,2 triliun.