TEMPO.CO, Jakarta - Pembangunan dan pengembangan bandara baru menggerus finansial PT Angkasa Pura I (persero) atau AP I hingga lebih dari Rp 19,2 triliun. Pasalnya perluasan proyek bandara karena tidak diiringi dengan peningkatan jumlah penumpang yang diharapkan.
Direktur Utama PT Angkasa Pura I Faik Fahmi menjelaskan kondisi keuangan dan operasional perusahaan mengalami tekanan cukup besar. Pendapatan AP I pada 2019 yang mencapai Rp 8,6 triliun anjlok pada 2020, di mana perusahaan hanya meraih pendapatan Rp 3,9 triliun.
Sedangkan pada 2021 ini, pendapatan perseroan juga menurun akibat turunnya jumlah penumpang. Dengan situasi pergerakan yang menurun dan adanya tekanan keuangan, AP I harus dihadapkan dengan kewajiban membayar pinjaman sebelumnya yang digunakan untuk investasi pengembangan bandara.
“Pandemi Covid-19 melanda pada saat Angkasa Pura I tengah dan telah melakukan pengembangan berbagai bandaranya yang berada dalam kondisi kekurangan kapasitas. Seperti Bandara Internasional Yogyakarta di Kulon Progo (YIA) yang menghabiskan biaya pembangunan hampir Rp 12 triliun, Terminal Baru Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin yang menghabiskan biaya pembangunan sebesar Rp 2,3 triliun,” ujarnya, Minggu, 5 Desember 2021.
Selanjutnya, investasi yang digelontorkan adalah terminal Baru Bandara Jenderal Ahmad Yani Semarang sebesar Rp 2,03 triliun, Bandara Sultan Hasanuddin Makassar sebesar Rp 2,6 triliun, dan beberapa pengembangan bandara lainnya seperti Bandara Sam Ratulangi Manado, Bandara Lombok Praya, Terminal 1 Bandara Juanda Surabaya, Bandara Pattimura Ambon, Bandara El Tari Kupang.
Semua bandara tersebut dibiayai melalui skema penggunaan dana internal dan berbagai sumber lain seperti kredit sindikasi perbankan serta obligasi. Hal ini juga dimaksudkan untuk menjaga konektivitas udara tanah air tetap terbuka serta mempercantik gerbang udara daerah lebih menarik.