TEMPO.CO, Jakarta - Harga minyak pada akhir perdagangan di Asia, Rabu pagi, 1 Desember 2021 jeblok. Anjloknya harga emas hitam itu disebut-sebut salah satunya karena imbas keraguan Bos Moderna akan kemanjuran vaksin Covid-19 terhadap varian virus Corona, Omicron.
Pernyataan ini sontak berdampak pada pasar keuangan. Hal itu pula yang memicu kekhawatiran tentang permintaan minyak.
Minyak mentah berjangka Brent turun US$ 2,87 atau 3,9 persen, menjadi US$ 70,57 per barel. Sebelumnya harga komoditas ini mencapai level terendah intraday di US$ 70,22 per barel, terendah sejak Agustus.
Adapun minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS ditutup turun US$ 3,77 atau 5,4 persen, menjadi US$ 66,18 per barel. WTI sebelumnya sempat turun ke terendah sesi di US$ 64,43 per barel, juga terendah sejak Agustus.
Per bulan ini, harga minyak turun paling tajam sejak Maret 2020, awal dari lockdown yang meluas karena pandemi. Minyak jenis Brent anjlok bulan ini sebesar 16,4 persen, sementara WTI terjun 20,8 persen.
Sebelumnya CEO Moderna Inc mengatakan kepada Financial Times bahwa vaksin Covid-19 tidak mungkin efektif melawan varian virus Corona, Omicron seperti halnya terhadap varian Delta.
Menanggapi hal ini, analis pasar minyak senior di Rystad Energy, Louise Dickson, menyebutkan ancaman terhadap permintaan minyak adalah suatu yang nyata. Gelombang penguncian lainnya dapat mengakibatkan hingga 3 juta barel per hari permintaan minyak hilang pada kuartal pertama 2022.
"Karena pemerintah memprioritaskan keselamatan kesehatan daripada rencana pembukaan kembali, yang sudah ada buktinya, dari Australia yang menunda pembukaannya kembali hingga di Jepang melarang pengunjung asing," kata Dickson.
Adapun pada Jumat pekan lalu, harga minyak anjlok sekitar 12 persen berbarengan dengan kejatuhan pasar lainnya di tengah kekhawatiran varian Omicron yang sangat bermutasi dan akan memicu lockdown baru dan mengurangi permintaan minyak global. Saat itu masih belum jelas seberapa parah varian baru tersebut.