INFO BISNIS – PT BRI Asuransi Indonesia (BRI Insurance/BRINS) menekankan pentingnya perlindungan pelaku UMKM untuk keberlangsungan bisnis juga membangun ketahanan ekonomi nasional. Saat ini, dari 65 juta pelaku UMKM, baru 10 persen yang terproteksi asuransi mikro.
Direktur BRI Insurance, Fankar Umar, mengatakan setiap usaha dihadapkan dengan berbagai risiko. Karena itu, pelaku UMKM perlu memberikan perlindungan asuransi untuk usahanya.
"Pilar proteksi menjadi penting ketika bisnis sedang bertumbuh karena akan selalu ada risiko terhadap kelangsungan usaha, khususnya bagi para pelaku UMKM. Mereka rentan terpapar risiko, " kata Fankar pada sesi diskusi virtual Economic Outlook 2022 bertema “Kebangkitan Sektor Keuangan”, Senin, 22 November 2021.
Salah satu eksposur dari tantangan saat ini adalah adanya risiko perubahan iklim. Dari sisi eksternal, risiko dari sektor lingkungan sangat besar dibanding aspek politik, ekonomi, dan sosial. Setidaknya terdapat lima risiko yang kerap terjadi seperti cuaca ekstrem, diikuti climate action failure, human environmental damage, lalu ada penyebaran infeksi, dan biodiversity loss.
"Climate change itu perlu kita waspadai. Bahkan kalau melihat data dari BMKG, sudah 2.208 bencana sepanjang 2021 sampai dengan Oktober. Bencana yang paling tinggi itu adalah banjir, kemudian puting beliung. Ini kita memang kurang sadari, hubungannya dengan usaha, ini sangat berdampak pada usaha kecil khususnya yang berada di dalam wilayah banjir," kata Fankar.
UMKM penyumbang 61 persen terhadap PDB dan menyerap tenaga kerja 97 persen. Namun banyak UMKM yang belum menganggap penting proteksi terhadap usaha mereka, yang nyatanya sulit untuk bangkit saat terpapar risiko karena tidak punya cadangan untuk me-recovery usahanya secara mandiri.
Fankar melanjutkan, inklusivitas asuransi faktanya masih kecil, yakni di angka 13 persen berdasarkan data OJK, tidak sebanding dengan inklusi keuangan yang sudah 76 persen. Penetrasi yang paling memungkinkan adalah kombinasi digital dan konvensional, atau hybrid model, agar memperluas daya jangkau segmentasi.
Ada Empat model untuk bisa melakukan penetrasi secara masif dan efektif. Pertama, skema D2C (direct to customers) yaitu membuat aplikasi untuk kalangan digital native. Karena model pertama memiliki keterbatasan, maka perlu model kedua yaitu B2B (business to business). Model ini merupakan kerja sama dengan institusi yang memiliki kanal supply chain memadai dengan UMKM, termasuk kerja sama melalui API untuk proses bisnis yang lebih efektif.
Ketiga, model B2B2C atau business to business to customers. Ketika model pertama dan kedua berjalan tapi belum maksimal, model ini memungkinkan menjangkau melalui kanal digital dan diteruskan dengan cara konvensional melalui kehadiran agen. Misalnya adalah agen bank yang kini menggunakan fasilitas digital tapi tetap menjangkau konsumen secara konvensional.
"Di Indonesia saat ini ada sekitar 2 juta agen bank. Kalau mereka mengakselerasi masing-masing 100 orang di lingkungannya, itu bisa kita hitung sendiri berapa banyak nasabah baru asuransi, peningkatan inklusi keuangan," ujar Fankar.
Sedangkan model keempat yaitu memperbaiki proses bisnis masing-masing perusahaan asuransi umum supaya tidak tersendat ketika model yang sudah ada diterapkan. Revitalisasi proses bisnis dapat dilakukan secara digital sebagai proses pendukung aktivitas bisnis.
"Asuransi umum benteng pertahanan pelaku usaha menuju ketahanan ekonomi nasional. Maka asuransi umum harus terus meningkatkan kolaborasi untuk meningkatkan ketahanan nasional," ucap Fankar.
Dia menambahkan, BRI Insurance optimistis menuai kinerja yang semakin baik seiring dengan kredit perbankan dan situasi perekonomian di masa mendatang yang diproyeksi bergerak positif. Sampai saat ini, BRI Insurance telah menjangkau 8 juta nasabah. (*)