Lumpur basah ini hanya di tempat di TSF tersebut tanpa ditutupi oleh atap maupun pelindung lainnya. Hary menyebut metode seperti ini tidaklah bermasalah karena lumpur basah ini sudah aman dan sama sekali tidak mengandung Bahan Berbahaya Beracun atau B3. "Bahkan lebih rendah dari batas baku mutu," kata dia.
Walau sudah ditempatkan di TSF, lumpur basah ini ternyata masih digunakan kembali. Menurut Hary, air yang masih terkandung di lumpur tersebut, termasuk air hujan, akan dialirkan kembali untuk diolah guna kebutuhan di tambang. "Jadi kami tidak ambil air sungai, otomatis tidak akan mengganggu kebutuhan air penduduk," kata dia
Tapi beberapa tahun ke depan, Archi akan mengelola lebih banyak limbah berupa lumpur basah ini. Lantaran, perusahaan akan meningkatkan kapasitas pengelolaan pabrik dari 3,6 juta ton per 2020 menjadi 8 juta ton pada 2025.
Sehingga nantinya, kata Hary, tanggul yang berada di sekitaran TSF akan bertambah tinggi 40 sampai 50 meter ke atas. Ia pun menjamin tanggul ini bakal diperhitungkan agar bisa kokoh menampung lumpur basah tersebut.
Menurut dia, perhitungan diperlukan agar kejadian seperti jebolnya bendungan limbah di Brasil tidak terjadi. Kejadian tersebut terjadi pada Jumat, 25 Januari 2019 di pertambangan biji besi yang dikelola Vale SA. Sebanyak 200 orang hilang akibat insiden ini. "Itu karena tidak dihitung itu," kata Hary.
Baca Juga: Menengok Tambang Emas Archi Indonesia Milik Peter Sondakh di Minahasa Utara