TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan bank sentral bakal mempercepat penerbitan Central Bank Digital Currency (CBDC) atau yang disebut dengan Rupiah Digital. “Insya Allah tahun depan kami sudah bisa mempresentasikan konsep atau desainnya,” ujarnya dalam Rapat Kerja bersama dengan Komisi XI DPR, Kamis, 25 November 2021.
Hal ini, kata Perry, dilakukan sebagai langkah mitigasi penggunaan mata uang kripto di dalam negeri. “Kami tidak bisa bergerak di luar kewenangan kami, tapi kami juga tidak tinggal diam, yaitu dengan proses mempercepat penerbitan Rupiah Digital,” ucapnya.
Ia mengungkapkan aset kripto merupakan masalah dunia, juga sebagai tantangan global yang perlu terus dicermati. Sebab, kata Perry, tak ada yang tahu persis soal perdagangan aset kripto di dunia.
"Kita tidak tahu siapa yang menjadi pemegang supply, tapi permintaannya dari seluruh dunia, kita juga tidak tahu valuasinya seperti apa,” tuturnya.
Ia juga menegaskan bahwa mata uang kripto bukan merupakan alat pembayaran yang sah di Indonesia. BI telah melarang seluruh lembaga yang mendapat izin dari BI untuk tidak melayani transaksi menggunakan mata uang kripto.
Lebih jauh, Perry menjelaskan bahwa sedikitnya ada tiga prasyarat terkait dengan penerbitan Rupiah digital. Pertama, konsep dan desain dari Rupiah Digital.
Prasyarat kedua, yaitu infrastruktur sistem pembayaran dan pasar uang yang saling terintegrasi. Prasyarat kedua ini yang tengah dibangun oleh Bank Indonesia.
Adapun prasyarat ketiga adalah platform teknologi yang akan digunakan dalam pengembangan Rupiah Digital. Saat ini, BI masih mendiskusikan platform teknologi yang akan digunakan bersama dengan 7 bank sentral negara lain.
BISNIS
Baca: Dasar Pertimbangan MK Putuskan UU Cipta Kerja Inkonstitusional Bersyarat
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.