TEMPO.CO, Minahasa Utara - Sepasang suami istri di Desa Pinenek, Kecamatan Likupang Timur, Minahasa Utara, Sulawesi Utara, mengembangkan produk kerajinan dari sabut kelapa dengan merek Wale Gonofu yang berarti Rumah Sabut Kelapa. Usaha ini bisa menghasilkan pendapatan hingga belasan juta, tapi terkendala jaringan sinyal internet untuk mengembangkan bisnis secara online.
Pemilik Wale Gonofu, Ambrosius, bercerita, dari awal hingga 25 November ini usahanya bersama sang istri, Dyah Sri Utami, telah menghasilkan pendapatan kotor mencapai Rp 12 juta. Kondisi ini sebenarnya sudah membaik di tengah pandemi ini.
"Karena tahun lalu di masa pandemi, pendapatan kami pernah sampai nol," kata Ambrosius saat ditemui di lokasi usahanya, Kamis, 25 November 2021. Dengan sisa bulan ini, ia berharap pendapatan usahanya bisa mencapai Rp 20 juta.
Usaha ini dikembangkan suami istri tersebut sejak 2017. Mereka tergerak karena melihat melimpahnya pasokan bahan baku yang dibutuhkan. Selain sabut, Wale Gonofu menggunakan batok dan kayu pohon kelapa.
Sebagian besar bahan baku ini diperoleh secara cuma-cuma dari warga sekitar. Lalu, ada juga bahan baku yang didapat dari para petani kopra di kawasan ini. Ambrosius mengambil sabut kelapa, lalu sisa bahan yang dikeringkan menjadi kopra akan diserahkan kembali ke pemiliknya. "Jadi untuk bahan baku tak ada masalah," kata dia.
Adapun produk yang dihasilkan yaitu seperti hiasan pohon natal, sapu, alat pembersih, sampai coco mesh. Harganya berkisar Rp 35 ribu sampai Rp 80 ribu, dan dijual di Sulawesi Utara maupun luar provinsi.
Tapi, masih ada beberapa kendala yang dihadapi oleh Ambrosius untuk pengembangan usaha. Untuk kebutuhan mesin produksi, Wale Gonofu sudah mendapatkan bantuan dari program Corporate Social Responsibility atau CSR dari PT Archi Indonesia Tbk. Sebab, Desa Pinenek masuk dalam kawasan lingkar tambang emas Toka Tindung yang dikelola perusahaan.
Masalah pertama muncul dari kebutuhan modal untuk pengembangan usaha yang mencapai puluhan juta lagi. Menang, ia sudah mendapatkan Kredit Usaha Rakyat (KUR), tapi belum cukup. Sehingga saat ini, kata Ambrosius, pendapatan usaha saat ini baru bisa memenuhi kebutuhan untuk produksi bulan berikutnya. "Targetnya bisa memenuhi 6 bulan produksi," kata dia.
Masalah kedua yaitu terkait sinyal internet. Saat ini, Ambrosius masih fokus pada pemasaran online, walau sudah punya akun toko online di Shopee sampai Bukalapak. Ia pun sudah memasang jaringan internet IndiHome di lokasi produksinya. Tapi sinyal yang bisa dinikmati belum maksimal.
"Untuk daerah sinyalnya ini masih turun naik," kata Dyah. Walhasil, Wale Gonofu masih dipasarkan secara online lewat Instagram dan Facebook saja. Dyah khawatir kalau memaksakan berjualan online di Shopee sampai Bukalapak, gangguan sinyal bakal membuatnya lambat membalas pertanyaan konsumen dan bisa menerima rating atau penilaian yang jelek.
Baca juga: Resmi Dihibahkan, Tanah Eks BLBI Bakal Jadi Lokasi Ibu Kota Baru Bogor
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu