TEMPO.CO, Jakarta -Presiden Joko Widodo alias Jokowi berencana menyetop ekspor komoditas mentah. Setelah bijih nikel, secara bertahap ekspor bahan mentah bauksit, tembaga, timah, dan komoditas lain akan dihentikan.
“Mungkin tahun depan, lagi kita kalkulasi, untuk stop ekspor bahan mentah bauksit. Tahun depan lagi ekspor bahan mentah tembaga. Lalu tahun depan lagi timah. Ini akan terus dilakukan,” ujar Jokowi dalam rapat koordinasi nasional dan anugerah layanan investasi yang digelar oleh Kementerian Investasi di Jakarta, Rabu, 24 November 2021.
Pemerintah, kata Jokowi, akan mendorong hilirisasi industri untuk mendorong pengolahan bahan mentah menjadi barang setengah jadi atau bahan jadi. Ke depan, negara tidak akan lagi mengandalkan ekspor dari komoditas mentah, melainkan barang-barang yang sudah diolah.
Ekspor barang jadi atau setengah jadi diyakini memberikan nilai tambah secara ekonomi. Jokowi pun mencontohkan ekspor nikel. Sebelum pemerintah menyetop pengiriman nikel ore ke luar negeri, empat tahun lalu nilai ekspor komoditas ini hanya US$ 1,1 miliar.
Setelah adanya aturan larangan pengiriman bijih nikel, ekspor olahan nikel meningkat dan tahun ini diperkirakan mencapai US$ 20 miliar. “Jadi melompat dari Rp 15 triliun jadi Rp 280 triliun. Itu yang namanya nilai tambah,” ujar Jokowi.
Nilai tambah dirasakan karena adanya peningkatan potensi pendapatan dari sisi royalti, pendapatan negara bukan pajak (PNBP), hingga pajak pertambahan nilai (PPN). Selain berefek langsung ke pemerintah pusat, ekspor barang olahan akan mendongkrak peredaran uang di daerah.
Ke depan, tutur Jokowi, pemerintah akan terus mendorong integrasi kawasan industri pengolahan bahan mentah, mulai nikel, bauksit, timah, hingga tembaga. Dengan demikian, Indonesia bakal menjadi produsen utama berbagai produk, seperti mobil listrik, jarum suntik, sampai barang-barang semi-conductor.
“Ini akan kejadian kejadian 3-4 tahun lagi. Kalau kita miliki industri seperti itu, akan ada transfer of knowladge (pengetahuan), transfer teknologi,” ujar Jokowi.
Baca Juga: UMKM Diimbau Daftarkan Barang Ekspor via Madrid Protokol, Apa Untungnya?