TEMPO.CO, Jakarta -Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Selatan menangkap terduga pelaku tindak pidana faktur pajak tidak berdasarkan transaksi sebenarnya atau TBTS. Pelaku berinisial HI, 39 tahun, dibekuk beserta barang buktinya dan telah diserahkan kepada Polda Metro Jaya.
“Kasus P21 dan pelaku sudah ditetapkan tersangka. Sekarang posisi di Polda Metro Jaya,” ujar Kepala Kantor Wilayah DJP I Jakarta Selatan Aim Nursalim saat ditemui di bilangan Semanggi, Jakarta, Selasa, 23 November 2021.
Baca Juga:
Bagaimana Pelecehan Seksual Terjadi di UI dan UGM
HI diduga melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dengan sengaja menerbitkan atau menggunakan faktur pajak untuk PT BUL yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya. Kasus ini berlangsung selama satu tahun dalam kurun 2011 sampai 2012.
Kanwil DJP Jakarta Selatan telah mengendus kasus ini dan meminta Aim bertanggung jawab. Namun pelaku tidak menunjukkan iktikad baik sehingga akhirnya Kanwil DJP berkomunikasi dengan Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya.
“Ke Polda, kami koordinasi dengan Ditreskrimum, lalu kami temukan tersangkanya. Kemudian kami selesaikan kasus itu di bawah Kejati (Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta). Dengan para jaksa, diceritakan kasusnya untuk memperkuat dan siapa saja yang dilakukan penuntutan,” ujar Aim.
Pada 17 November 2021, berkas penyidikan terhadap HI telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaaan Tinggi DKI Jakarta. Pelaku kemudian dibawa ke Polda Metro Jaya dan berkasnya kini telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan atau P22.
Tersangka disangkakan dengan Pasal 39A huruf a dan/atau Pasal 39 ayat (1) huruf d juncto Pasal 43 ayat (1) Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cata Perpajakan (KUP) dengan ancaman hukuman bui. Aim mengatakan pihaknya masih menelusuri dua wajib pajak lainnya yang disinyalir berkaitan dengan kasus ini.
“Yang dua lagi masih dalam proses. Karena kasusnya ini masih terkait satu rangkaian dan komplotan,” kata Aim.
Direktur Penegakan Hukum DJP Eka Sila Kusna Jaya mengatakan pihaknya mengedepankan langkah persuasif untuk mencegah tindak penyelewengan yang dilakukan wajib pajak. Namun bila terjadi pelanggaran, Direktorat Jenderal Pajak harus menjalankan penegakan hukum untuk memulihkan unsur kerugian negara.
“Sebetulnya kami tidak mengedepankan pemidaan. Kami mendukung self assesment, yakni wajib pajak melapor menghitung membayar kewajibannya,” katanya.
Baca Juga: Ada UU HPP, Sri Mulyani: Kita Bisa Minta Negara Lain Tagih Pajak WP Indonesia
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.