TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia Tbk. atau BNI, Royke Tumilaar blak-blakan menjelaskan soal strategi perseroan mengakuisisi bank dan menjadikannya bank digital pada tahun 2022 mendatang.
Ia menyebutkan, bank digital itu dibutuhkan untuk melengkapi portofolio perusahaan berkode saham BBNI yang dimiliki saat ini. Selain itu, Royke menyatakan bahwa perseroan bakal menjajaki potensi lain untuk dikembangkan dalam memperkuat peranan BNI sebagai bank yang memiliki kapasitas global sesuai dengan amanah pemegang saham.
Akuisisi tersebut, menurut Royke, juga merupakan salah satu strategi utama BNI dalam melakukan transformasi digital khususnya untuk melayani nasabah lebih baik. Selain itu juga agar dapat mencapai tujuan yang menjadikan bank memiliki kinerja yang sustain dan profitable untuk jangka panjang.
Saat ini, kata Royke, mayoritas bisnis BNI masih berasal dari wholesale banking. Oleh karena itu, BNI melakukan inisiatif digital secara organik yang akan memfokuskan pada tiga area.
Pertama, peningkatan mobile banking. Kedua, penguatan transaksi platform banking melalui BNI Direct. Ketiga, kolaborasi dengan ekosistem lain dengan mengembangkan platform FBI atau open banking.
Selain itu, bank pelat merah dengan kode saham BBNI itu telah membuat kesepakatan awal, di mana perseroan ingin memiliki bank digital yang memiliki teknologi dengan pembiayaan yang relatif rendah.
“Saat ini kami telah membuat kesepakatan awal, kami ingin mempunyai bank digital yang teknologinya tinggi dengan cost yang relatif rendah. Ini akan menjangkau banyak target market yang belum kami tap selama ini,” ucap Royke dalam acara virtual Economic Outlook 2022, Senin, 22 November 2021.
BNI, kata Royke, juga memiliki visi agar bank digital bisa fokus untuk menyasar segmen UMKM. “Terutama yang tradisional UKM yang saat ini mungkin terjebak dengan pinjaman online. Kami coba bantu nanti dengan teknologi sehingga operating cost-nya relatif rendah," ucapnya.
Selain itu, dengan adanya bank digital tersebut juga berdampak pada suku bunga yang bisa ditekan. Dengan demikian, langkah ini akan membantu pelaku UMKM yang mempunyai potensi untuk tumbuh ke depan. “Karena pertumbuhan masa depan kita masih akan kita harapkan di masa depan adalah dari dari segmen UKM,” ujarnya.
Menurut dia, hal itu juga sejalan dengan tujuan BNI untuk mendukung faktor environmental, social, dan governance (ESG), yakni memberikan dampak kepada masyarakat. Royke berharap, dengan menerapkan model bisnis seperti ini akan jauh lebih efisien.
Lebih jauh, Royke optimistis bahwa perseroan akan tetap tumbuh lebih agresif dengan suku bunga yang diharapkan bisa bertahan dengan cost of fund yang rendah. “Sehingga kita bisa melayani nasabah dengan suku bunga yang murah. Kami juga melakukan banyak efisiensi dengan mendigitalkan banyak proses, ini akan bagus sekali untuk menjangkau banyak masyarakat supaya bisa terlayani dengan layanan perbankan BNI,” katanya.
Seperti diketahui, BBNI menggulirkan rencana mengambil alih bank yang masuk dalam klasifikasi bank umum kegiatan usaha (BUKU) 2 untuk dikembangkan sebagai bank digital, sesuai dengan perkembangan terkini di bisnis perbankan.
Direktur IT & Operasi BNI, Y.B. Hariantono menyatakan, dalam proses pembentukan bank digital, BNI telah menyiapkan kombinasi stakeholder yang mempunyai kekuatan tersendiri untuk menjalankan perusahaan tersebut nantinya. Namun, nama-nama itu masih disimpan rapat oleh perseroan.
“Secara umum bisa saya sampaikan bahwa seperti itu kondisinya saat ini, dan tentunya saya tidak bisa sebut nama atau apa pun,” kata Hariantono pada akhir Oktober lalu. Adapun, nama PT Bank Mayora sempat disebut menjadi bank BUKU II yang akan diakusisi BNI.
BISNIS
Baca: Bahlil Lahadalia: Negara Hemat Rp 20 Triliun Kalau Ganti LPG dengan DME
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.