TEMPO.CO, Yogyakarta - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X mengumumkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) DIY 2022 pada Jumat 19 November 2021.
Sultan HB X mengumumkan bahwa UMP DIY itu naik sebesar Rp 75.915,53 sehingga menjadi Rp 1.840.915,57. "Kenaikan UMP sebesar Rp 75.915,53 ini naik sebesar 4,30 persen dibanding UMP tahun 2021," kata Sultan.
Baca juga: UMP DKI Jakarta Naik 32 Persen
Dengan kenaikan UMP itu, untuk Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) di Kota Yogyakarta ditetapkan menjadi Rp 2.153.970, lalu Kabupaten Sleman Rp 2.001.000, Kabupaten Bantul Rp 1.916.848, Kabupaten Kulon Progo Rp 1.904.275 dan Kabupaten Gunungkidul ditetapkan Rp 1.900.000.
“Penentuan UMP dan UMK ini didasari dengan Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Juga Peraturan Pemerintah nomor 36 Tahun 2021 tentang pengupahan dan Surat Menteri Ketenagakerjaan RI tentang penyampaian data perekonomian dan ketenagakerjaan dalam penetapan upah minimum tahun 2022,” kata Sultan.
Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Konfederasi Serikat Pekarja Seluruh Indonesia (KSPSI) DIY langsung merespons kenaikan UMP DIY tahun 2022 itu.
“Kami menolak UMP DIY 2022 yang ditetapkan oleh Gubernur DIY,” kata Ketua DPD KSPSI Irsad Ade Irawan.
Irsad mengatakan pihaknya bersama seluruh pekerja/buruh di DIY merasa kecewa berat dan tidak puas atas besaran UMP DIY 2022 tersebut.
“Kenaikan UMP DIY 2022 yang tak signifikan adalah sesungguhnya cerita lama yang terus berulang-ulang, di mana justru upah buruh tak pernah istimewa di provinsi yang menyandang predikat istimewa ini,” kata dia.
Menurutnya, upah murah yang ditetapkan berulang-ulang senantiasa membawa buruh pada kehidupan yang tidak layak dari tahun ke tahun. “Karena upah minimum tidak mampu memenuhi KHL (kebutuhan hidup layak),” kata dia.
Irsad mengatakan prosentase kenaikan upah minimum yang tak lebih dari 5 persen tak bakal mampu mengurangi angka kemiskinan secara signifikan di DIY.
“Dan tak akan mempersempit jurang ketimpangan ekonomi yang menganga di DIY, sekaligus menyulitkan buruh untuk membeli rumah,” kata dia.
Irsad mengatakan kenaikan upah yang hanya secuil itu merupakan bentuk ketidakpekaan pemerintah daerah terhadap kesulitan dan himpitan ekonomi buruh di tengah pandemi Covid-19.
“Keistimewaan DIY tidak pernah berdaya dalam membuat suatu sistem pengupahan daerah yang membawa kehidupan layak bagi buruh dan keluarganya,” kata dia.
Irsad menilai penetapan UMP DIY 2022 sebagai suatu penetapan yang tidak demokratis karena menghilangkan peran serikat buruh dalam proses penetapan upah. “Ini sebagai akibat penetapan upah menggunakan rumus atau formula yang tak berbasis survey KHL dan angka yang sudah ditetapkan badan pusat statistik,” kata dia.
PRIBADI WICAKSONO
Baca juga: Sebut Kenaikan UMP 2022 Tertinggi hanya Rp 37 Ribu, Buruh: Rakyat Dipaksa Miskin