TEMPO.CO, Jakarta - Managing Partner Siregar Manalu Partnersip (SSMP), Nien Rafles Siregar, menyatakan, ada tiga pihak yang berhak mengajukan pembubaran badan usaha milik negara atau BUMN melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Hal ini didasarkan pada pasal 144 Undang-Undang Perseroan Terbatas (PT).
"Ketiga pihak itu adalah direksi, dewan komisaris, dan pemegang saham," ujar Rafles dalam FGD Likuidasi BUMN dari Aspek Hukum, Bisnis, dan Sosial, di Jakarta, Rabu, 17 November 2021.
Pembubaran ataupun likuidasi BUMN, kata Rafles, harus melalui persetujuan Peraturan Pemerintah (PP) yang ditandatangani Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Proses pembubaran BUMN tersebut relatif sama dengan pembubaran PT lainnya.
Dalam pembubaran BUMN atau Persero, regulasi mengacu kepada PP no. 45/2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran BUMN. Dalam pasal 79 PP no.45/2005 disebutkan pembubaran BUMN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Artinya, proses pembubaran harus melewati persetujuan Presiden Jokowi.
Associate Director BUMN Research Group LM FEB Universitas Indonesia Toto Pranoto mengungkapkan perjalanan wacana BUMN terus berkembang, terutama sejak 2019 di bawah Menteri BUMN Erick Thohir.
Toto mengutip UU no.19/2003 tentang BUMN, khususnya pasal 64, yang menyebutkan pembubaran BUMN ditetapkan dengan peraturan pemerintah. "Apa yang disampaikan pemerintah soal likuidasi BUMN itu keniscayaan, karena dari segi manfaat, sisi operasi sudah tidak ada. Dan juga menyehatkan ekosistem BUMN secara keseluruhan," ucapnya.
Sebelumnya, pemerintah berulang kali menyebutkan ada 7 BUMN yang akan dilikuidasi. Ketujuh perusahaan itu adalah PT Merpati Nusantara Airlines, PT Iglas, PT Kertas Leces, PT PANN, PT Istaka Karya, PT Industri Sandang.
Berikut profil singkat 7 perusahaan BUMN yang akan dibubarkan oleh pemerintah tersebut:
1. PT Merpati Nusantara Airlines (Persero)
Merpati Nusantara Airlines (MNA) didirikan pada 1962 dan beroperasi di Jakarta. Tapi sejak 1 Februari 2014 Merpati resmi berhenti mengudara.
Penghentian ini terjadi karena masalah keuangan yang bersumber dari berbagai utang. Hingga kini, seluruh aset milik Merpati telah dioperasikan oleh PPA.