TEMPO.CO, Jakarta – Pengusaha batu bara masih menunggu kepastian peraturan pelaksanaan pengenaan pajak karbon. Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan pengusaha belum bisa menghitung dampak pengenaan kebijakan itu bagi pengusaha bila ketentuan detail implementasinya belum terbit.
“Kami tidak tahu dampak riil atau pastinya seperti apa karena belum ada peraturan pelaksanaannya. Menurut Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan akan diatur mekanisme cap and tax,” ujar Hendra saat dihubungi pada Sennin, 15 November 2021.
Kementerian Keuangan sebelumnya memastikan peraturan pengenaan pajak karbon akan berlaku mulai 1 April 2022. Pengenaan pajak karbon diatur dalam Pasal 13 UU HPP yang telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Berdasarkan beleid tersebut, besaran tarif pajak karbon ialah paling rendah Rp 30,00 per kilogram. Tarif pajak karbon ditetapkan lebih tinggi atau sama dengan besaran tarif harga karbon di pasar karbon per kilogram karbondioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara.
Hendra menyatakan dampak langsung pengenaan pajak karbon akan dirasakan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN. Namun dampak itu juga bisa dirasakan oleh produsen batu bara bila nilai pajaknya dibebankan kepada pengusaha komoditas.
“Tapi kan ini belum diatur. Kalau sekarang harga jual batu bara Rp 70 (per barel). Apakah nanti akan berubah, saya belum bisa menjawab terlalu jauh,” katanya.
Pemerintah mengklaim pengenaan pajak karbon akan mengutamakan prinsip keadilan dan keterjangkauan. Kebijakan ini juga memperhatikan iklim usaha serta kegiatan ekonomi masyarakat. Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan pengenaan pajak karbon akan diimplementasikan secara bertahap.
Pada 2022 hingga 2024, pajak karbon diterapkan untuk sektor pembangkit listrik tenaga atau PLTU batu bara. Kemudian pada 2025, implementasi pengenaan pajak karbon dilakukan secara penuh dengan tahap perluasan sektor sesuai dengan kesiapan masing-masing industri.
“Tentu roadmap ini harus dibangun dan keberadaan undang-undang ini memberikan ruang yang akan digunakan untuk mendorong green economy di Indonesia,” ujar Suahasil pada Oktober lalu.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA
BACA: Sri Mulyani Tagih Pajak Karbon Mulai 1 April 2022, Ini Dua Skema Pungutannya