TEMPO.CO, Jakarta - Keputusan Majelis Ulama Indonesia (MUI) soal hukum pinjaman online (pinjol) haram disambut baik Asosiasi FIntech Syariah Indonesia. Menurut AFSI, putusan MUI justru berdampak positif buat industri teknologi finansial peer-to-peer (P2P) lending legal atau resmi.
Ketua Umum AFSI Ronald Yusuf Wijaya menjelaskan, bahwa keputusan MUI justru memberikan kejelasan di kalangan masyarakat bahwa pinjol yang haram merupakan pinjol ilegal. Terutama aktivitas bunga yang mencekik, melakukan praktik ancaman fisik maupun verbal dalam penagihan, serta membuka rahasia (aib) seseorang yang tidak mampu membayar utang lewat pencurian dan penyebaran data pribadi.
"Keputusan MUI justru kami berterima kasih sekali, karena merekomendasikan fintech P2P berbasis syariah dan menegaskan pinjaman online ilegal itu haram. Semoga masyarakat luas semakin yakin untuk menghindari platform-platform ilegal," katanya kepada Bisnis, Jumat, 12 November 2021.
Direktur Utama platform fintech peer-to-peer (P2P) klaster syariah PT Ethis Fintek Indonesia atau Ethis ini menambahkan, di samping itu preferensi masyarakat untuk menggunakan fintech P2P legal, baik konvensional ataupun syariah dikembalikan kepada masing-masing pengguna.
"Pilihan untuk menjadi pendana [lender] maupun peminjam [borrower] di fintech berbasis syariah maupun konvensional itu kembali ke masing-masing individu. Terpenting, jelas bahwa masyarakat hanya boleh bertransaksi di platform fintech legal, yang bisa menjaga etika bisnis dan operasional," katanya.
AFSI telah memiliki ekosistem fintech syariah lebih dari 100 anggota. Khusus anggota AFSI di sektor jasa keuangan atau di bawah regulasi OJK, ada 8 fintech P2P lending, 6 platform inovasi keuangan digital [IKD], dan 5 platform securities crowdfunding [SCF] yang masih berproses.