TEMPO.CO, Jakarta - PT INKA (Persero) atau INKA menanggapi berita tentang temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) soal ketidakcocokan spesifikasi komponen LRT Jabodebek.
Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan, INKA seharusnya memasang perangkat pengait kereta dengan sistem automatic tight coupler yang dapat dikendalikan dari kabin secara otomatis. Namun temuan BPK menunjukkan pengait yang terpasang tersebut berjenis automatic tight lock coupler standar Association of American Railroads (AAR) 10 yang sistemnya masih manual.
Manager Humas & Protokoler INKA Muhammad Advin Hidayat membenarkan temuan tersebut. Sebab, sepanjang pengetahuan dan pengalaman INKA memproduksi LRT, coupler yang dibuat oleh pabrikan dengan standar AAR tidak kompatibel untuk diintegrasikan dengan peralatan persinyalan pada on-board Sarana.
“Apabila coupler dimaksudkan untuk dapat terintegrasi dengan kabin masinis, maka standarnya tentu bukan standar AAR. Pada kenyataannya, persyaratan teknis yang diacu dalam Perjanjian Pengadaan Sarana adalah coupler dengan standar AAR. Persyaratan di dalam Perjanjian Pengadaan Sarana tersebut kami pandang sebagai Syarat Spesifik yang mendetailkan Syarat Umum ketika ketentuan di dalam KP 765 tidak dapat diterapkan dalam proses manufaktur Sarana. Namun demikian kami tetap akan memodifikasi coupler tersebut agar dapat dikendalikan dari kabin masinis,” kata Advin.
Dia juga menanggapi soal temuan BPK tentang ketidaksesuaian pada pekerjaan derailment detection system. Sesuai kontrak, semestinya alat ini terpasang pada area bogie yang letaknya berdekatan dengan roda kereta. Namun temuan BPK menunjukkan dalam satu rangkaian kereta, derailment detection system pada kereta motor car atau MC dipasang pada bagian body dan bogie. Sedangkan pada kereta lainnya, seperti kereta M dan kereta T atau non-penggerak, derailment detection system dipasang pada area body yang letaknya di bagian bawah kereta.
Derailment detection system merupakan alat pendeteksi dini apabila terjadi anjlokan roda kereta.
Soal temuan tersebut, Advin menjelaskan sebutan “Sarana LRT” merupakan satu pengertian utuh sebuah Train Set yang terdiri dari beberapa kereta/car. Apabila Sarana dimaknai per car, maka tujuan dari pembuatannya tidak akan tercapai karena masing-masing car (bagian dari Train Set) tidak dapat berfungsi sebagai satu kesatuan sistem transportasi.
“Yang dipersyaratkan pada kontrak adalah pemasangan Derailment Detection System pada bogie Sarana, bukan pada setiap bogie. Menurut kami, pemasangan Derailment Detection System di bogie car depan dan belakang Sarana sudah cukup mewakili fungsi deteksi terjadinya anjlok pada sebuah Sarana (Train Set). Apalagi kami juga memasang alat pendeteksi anjlok tersebut di setiap bagian car body yang menurut pengetahuan teknis kami sebetulnya merupakan bentuk redundancy. Dengan demikian pemasangan Derailment Detection System pada bogie Train Set telah memenuhi persyaratan spesifikasi teknis,” katanya.
Baca juga: Temuan BPK: Ketidakcocokan Spesifikasi Komponen LRT Jabodebek