TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) Siti Nurbaya mengatakan penghentian pembangunan atas nama nol deforestasi melawan mandat Undang-undang Dasar 1945. Sebab, pembangunan merupakan salah satu sasaran nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat secara sosial dan ekonomi.
“Karena itu pembangunan yang sedang berlangsung secara besar-besaran era Presiden Jokowi tidak boleh berhenti atas nama emisi karbon atau atas nama deforestasi,” ujar Siti Nurbaya saat menjelaskan pidatonya di Gasglow seperti ditulis dalam media sosial, Rabu, 3 November 2021.
Siti mengatakan Indonesia telah menegaskan komitmennya untuk mengendalikan emisi dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan. Salah satunya melalui forestry and other land use (FoLU) 2030. Namun, ia menegaskan FoLU net carbon sink 2030 tidak bisa diartikan sebagai zero deforestation.
Menurut Siti, hutan tetap harus dikelola. Namun pemanfaatannya sesuai dengan kaidah-kaidah berkelanjutan disertai pengendalian. Indonesia, kata Siti, menolak penggunaan terminologi deforestasi yang tidak sesuai dengan kondisi yang ada di Indonesia.
Terminologi deforestasi, kata dia, tidak dapat disamakan dengan negara lain seperti Eropa. “Harus ada compatibilty dalam hal metodologi bila akan dilakukan penilaian. Oleh karenanya pada konteks seperti ini jangan bicara sumir dan harus lebih detil. Bila perlu harus sangat rinci,” ujar Siti.
Siti melanjutkan, memaksa Indonesia untuk mencapai nol deforestasi pada 2030 tidak tepat dan tidak adil. Sebab pembukaan lahan tetap diperlukan untuk kepentingan masyarakat. Dia mencontohkan kondisi di Kalimantan dan Sumatera.
Di sana, tutur dia, banyak jalan terputus karena tertutup kawasan hutan. Padahal, di sekitarnya ada 34 ribu desa. “Kalau konsepnya tidak ada deforestasi, berarti tidak boleh ada jalan, lalu bagaimana dengan masyarakatnya, apakah mereka harus terisolasi? Sementara negara harus benar-benar hadir di tengah rakyatnya,” ujar Siti.
Siti meyakini Indonesia dapat mengejar target penurunan emisi hingga 41 persen atau 1,1 gigaton. Dengan atau tanpa dukungan internasional, Siti mengklaim Pemerintah Indonesia mampu mengurangi emisi gas rumah kaca karena hal itu sesuai dengan mandat UUD 1945.