TEMPO.CO, Jakarta – Kementerian Keuangan berharap para investor global akan berlomba menanam investasi hijau di Indonesia setelah Presiden Joko Widodo alias Jokowi meneken Peraturan Presiden tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK). Perpres tersebut terbit sebelum pertemuan Conference of the Parties (COP) 26 United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) di Glasgow, Inggris.
“Instrumen NEK menjadi bukti kolaborasi dan kerja sama multipihak dan dapat menjadi momentum bagi first mover advantage penanggulangan perubahan iklim berbasis market di tingkat global untuk menuju pemulihan ekonomi yang berkelanjutan”, tutur Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan instrumen NEK dalam keterangannya, Selasa, 2 November 2021.
Dengan memanfaatkan first mover advantage, Indonesia akan menjadi acuan dan tujuan investasi rendah karbon untuk berbagai sektor pembangunan. Industri-industri berbasis hijau, kata Febrio, akan menjadi primadona investasi masa depan.
“Industri kendaraan listrik, sumber-sumber energi terbarukan seperti tenaga surya, panas bumi, dan angin akan menjadi pendongkrak ekonomi dan mampu memberikan nilai tambah bagi bangsa Indonesia serta menyerap tenaga kerja yang berkeahlian tinggi,” kata dia.
Febrio berujar, Indonesia menetapkan ambisi yang cukup tinggi untuk menurunkan emisi gas rumah kaca. Pada 2016, Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Paris Agreement yang di dalamnya terdapat komitmen Nationally Determined Contribution (NDC).
Berdasarkan komitmen itu, Indonesia mematok target menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen dengan kemampuan sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional pada 2030. Adapun sektor strategis yang menjadi prioritas utama dalam mengejar target menekan emisi adalah sektor kehutanan serta sektor energi dan transportasi.