TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan defisit anggaran pemerintah tahun depan bisa lebih rendah dari asumsi di Undang-undang APBN 2022. Sebelumnya, pemerintah memperkirakan defisit anggaran tahun 2022 mencapai Rp 868 triliun atau 4,85 persen dari Produk Domestik Bruto.
Proyeksi lebih rendahnya defisit anggaran itu, tutur Febrio, disebabkan oleh disahkannya Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan alias UU HPP pada dua pekan lalu. "Dengan dampak UU HPP, defisit ini akan lebih rendah dari asumsi," ujar Febrio dalam webinar, Senin, 18 Oktober 2021.
Dengan demikian, Febrio berharap ke depannya kondisi fiskal bisa menuju arah yang semakin kuat dengan defisit anggaran di bawah 3 persen pada 2023. Ia pun memastikan defisit anggaran akan terus dipastikan dibiayai dengan sumber pembiayaan yanng aman dan dikelola secara hati-hati untuk melihat keberlanjutan fiskal.
Pada 2022, Kemenkeu memperkirakan pendapatan negara mencapai Rp 1.846,1 triliun, dengan rincian penerimaan perpajakan Rp 1.510 triliun dan penerimaan negara bukan pajak Rp 335,6 triliun.
Sementara itu, belanja negara diperkirakan sebesar Rp 2.714,2 triliun. Rinciannya, belanja pemerintah pusat Rp 1.944,5 triliun serta Transfer ke Daerah dan Dana Desa Rp 769,6 triliun.
Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang disahkan pada 7 Oktober 2021 diyakini akan mendekatkan kinerja perpajakan ke level potensial dengan adanya perbaikan administrasi maupun kebijakan.
"Sehingga perpajakan nasional siap hadapi tantangan ekonomi ke depan. Dari sisi administrasi, UU HPP menutup berbagai celah aturan dan mengadaptasi perkembangan baru aktivitas bisnis terkini," tutur Febrio.
Dengan demikian, ia memperkirakan UU HPP akan berdampak positif bagi penerimaan perpajakan di 2022. Penerimaan perpajakan pada tahun depan diperkirakan akan cukup tinggi, dengan rasio perpajakan diperkirakan naik ke 9 persen PDB atau lebih baik dari yang diasumsikan di UU APBN 2022.
"Untuk jangka menengah, rasio perpajakan diperkirakan bisa lebih dari 10 persen paling lambat di 2025. Bisa lebih awal kalau pertumbuhan ekonomi membaik dan administrasi terjadi lebih baik. Ini seiring pertumbuhan ekonomi yang semakin kuat dan kepatuhan yang berkelanjutan," tutur Febrio.
CAESAR AKBAR
BACA: Kemenkeu Beberkan Latar Belakang Penyusunan RUU Perampasan Aset