TEMPO.CO, Jakarta - Konsumsi BBM terus merangkak naik dalam beberapa waktu terakhir. Sepanjang kuartal III 2021, PT Pertamina (Persero) mencatat konsumsi BBM sektor ritel secara nasional telah mencapai 34 juta kilo liter (KL).
"Meningkat 6 persen (year-on-year/yoy)," kata Pjs. Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, SH C&T, Irto Ginting, dalam keterangan resmi, Minggu, 17 Oktober 2021.
Rinciannya yaitu BBM gasoline (bensin) naik 4 persen dan gasoil (diesel) naik 10 persen. Bahkan untuk solar subsidi, Pertamina mencatat konsumsi harian sejak September lalu naik 15 persen dibanding rerata harian Januari hingga Agustus.
Kenaikan signifikan untuk solar subsidi terjadi di tiga daerah yaitu Sumatera Barat 10 persen, Riau 15 persen, dan Sumatera Utara 3,5 persen. Sehingga, Pertamina berdiskusi dengan BPH Migas dan dilakukan penambahan penyaluran solar subsidi di ketiga daerah ini.
Untuk itu, sejumlah upaya lain dilakukan. Salah satunya monitoring penyaluran agar tepat sasaran. Monitoring dengan sistem digitalisasi dan pemantauan secara real time melalui Pertamina Integrated Command Centre (PICC).
Saat ini, kata Irto, Pertamina masih menghitung proyeksi kebutuhan solar subsidi dan memastikan suplai dapat memenuhi peningkatan demand yang terjadi.
Adapun untuk stok dan penyaluran BBM non subsidi seperti Dexlite, Pertamina Dex, Pertamax, dan Pertalite, Pertamina pastikan dalam kondisi aman. "Masyarakat tidak perlu khawatir,” kata Irto.
Keterbatasan stok memang sempat terjadi beberapa hari lalu di daerah Sumatera Utara. Tapi saat ini, Irto menerima informasi dari lapangan bahwa kondisinya sudah berangsur normal.
Menurut Irto, kenaikan konsumsi BBM ini juga terjadi seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat. Semester pertama 2021, ekonomi tumbuh 3,1 persen (yoy). Tren ini diprediksi berlanjut di kuartal III.
Kenaikan konsumsi BBM ini juga dipantau Pertamina, antara kondisi sekarang dan awal PPKM. Konsumsi BBM ritel naik 8 persen, industri perkebunan 26 persen, migas 21 persen, dan paling tinggi industri pertambangan 35 persen.
Di sisi lain, penyaluran pun dilakukan sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) 191 Tahun 2014. Nyatanya, sudah ada 91 SPBU per Oktober yang diberi sanksi berupa penghentian suplai, penutupan sementara.
Sanksi diberikan akibat SPBU ini menyalurkan BBM tidak sesuai dengan regulasi yang berlaku. Selain itu, Pertamina juga menemukan transaksi yang tidak wajar, jeriken tanpa surat rekomendasi, dan pengisian ke kendaraan modifikasi.
Baca juga: Harga Pertamax Turbo Naik Sampai Rp 12.700, Paling Mahal di Empat Daerah