TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyoroti berbagai isu dan permasalahan seperti kesetaraan akses vaksin Covid-19, perubahan iklim, dan perpajakan internasional. Hal ini disampaikannya saat menghadiri pertemuan keempat para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20, dalam masa Presidensi Italia, di Washington DC, Amerika Serikat (AS), Rabu lalu, 13 Oktober 2021.
Pertemuan tersebut diselenggarakan secara hybrid. Pertemuan itu juga menjadi bagian dari rangkaian pertemuan tahunan Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund and World Bank Group Annual Meeting 2021 IMF WBG AM 2021).
Sri Mulyani pun menyoroti pertumbuhan global dan akses terhadap vaksin, yang notabene merupakan persyaratan untuk pemulihan berkelanjutan. Ia menyebutkan upaya pemerintah Indonesia dalam meningkatkan dan mempercepat vaksinasi yang telah mencapai lebih dari 40 persen penduduk, dengan rata-rata 2 juta vaksinasi per hari.
Di tengah percepatan vaksinasi, kata Sri Mulyani, Indonesia memanfaatkan momentum krisis untuk melanjutkan sejumlah reformasi struktural guna memperkuat fondasi bagi pemulihan ekonomi. Salah satunya melalui Omnibus Law Cipta Kerja dan pengesahan Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Soal perubahan iklim, ia menyebutkan isu tersebut menjadi salah satu yang terberat karena dapat mengancam peradaban manusia. Tidak hanya itu, perubahan iklim juga dapat berdampak pada pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan dan stabilitas keuangan global.
Oleh sebab itu, Bendahara Negara menekankan pentingnya transisi hijau dalam upaya penanganan perubahan iklim. Tidak hanya secara adil dan teratur, transisi hijau juga perlu diterapkan secara terjangkau, terutama bagi negara-negara berkembang dan negara miskin.
Sri Mulyani menekankan bahwa bauran kebijakan harus memungkinkan negara untuk meminimalisasi konsekuensi yang timbul dari transisi hijau. Upaya penurunan emisi di sektor energi melalui transisi dari penggunaan bahan bakar fosil harus dipersiapkan dan dilaksanakan secara bertahap.
"Dengan dukungan akses yang terjangkau dalam pembangunan infrastruktur dan teknologi rendah karbon yang berkelanjutan, meminimalisasi kerugian ekonomi dan sosial bagi berkembang dan negara rentan, termasuk memitigasi risiko hukumnya”, ujar Sri Mulyani seperti yang dikutip dari siaran resmi, Jumat, 15 Oktober 2021.