SULNI disusun dan dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia bersama Kementerian Keuangan. "Clear dan transparan," kata dia.
Berdasarkan data SULNI per akhir Juli 2021, Prastowo menyebut total ULN Indonesia dari Cina sebesar US$ 21,12 miliar. Jumlah ini terbagi dua.
Pertama, utang yang dikelola pemerintah sebesar US$ 1,66 miliar (0,8 persen dari total ULN pemerintah). Kedua, utang BUMN dan swasta dengan total mencapai US$ 19,46 miliar.
Dengan demikian, Prastowo menyebut tidak tepat jika terdapat ULN (termasuk pinjaman Cina) yang dikategorikan sebagai hidden debt. Semua ULN yang masuk ke Indonesia, kata dia, tercatat dalam SULNI dan informasinya dapat diakses oleh publik. "Tak ada yang disembunyikan atau sembunyi-sembunyi," kata dia.
Memang, kata Prastowo, utang BUMN yang dijamin dianggap kewajiban kontingensi. Tapi, Ia mengklaim kewajiban itu tidak akan jadi beban yang harus dibayarkan pemerintah sepanjang mitigasi risiko default alias gagal bayar dijalankan.
Kewajiban kontingensi pun memiliki batas maksimal penjaminan oleh pemerintah. Batas maksimal penjaminan baru terhadap proyek infrastruktur yang diusulkan memperoleh jaminan pada 2020-2024 adalah sebesar 6 persen dari PDB 2024.
Dengan tata kelola seperti ini, kata dia, mitigasi resiko dilakukan sedini mungkin dan tidak akan menjadi beban pemerintah. "Apalagi beban yang tak terbayarkan," ujarnya.
Baca Juga: Biaya Kereta Cepat Naik Rp 27,74 T, Bisa untuk Bangun 4 Rel Kereta di Sulawesi?