TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik Otoritas Jasa Keuangan, Anto Prabowo, mengatakan OJK sangat peduli dan tidak pernah membiarkan kasus-kasus yang terjadi di industri jasa keuangan, termasuk Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera.
Untuk kasus AJBB, kata Anto, sesuai anggaran dasar yang menjadi payung hukum organisasi, yang berhak membentuk Badan Perwakilan Anggota (BPA) adalah para pemegang polis sebagai pemilik perusahaan. "Jadi dalam kekosongan BPA ini OJK sangat mendukung perwakilan pemegang polis untuk menyusun kepanitiaan pemilihan BPA baru," ujar dia dalam keterangan tertulis, Kamis, 14 Oktober 2021.
Ia pun mengatakan OJK telah berinisiatif memfasilitasi pertemuan sejumlah perwakilan pemegang polis AJBB untuk segera menyusun kepanitiaan pemilihan BPA. Termasuk terus melakukan komunikasi intensif dengan perwakilan manajemen dan pemegang polis AJBB dalam mempercepat proses pemilihan yang sempat terkendala akibat penolakan pengadilan.
Dengan percepatan pembentukan BPA ini, tutur Anto, diharapkan AJBB segera memiliki kepengurusan manajemen yang lengkap dan sesuai koridor hukum untuk menyiapkan proses penyehatan lanjutan perusahaan yang selama ini belum selesai.
"Harapannya dengan pembentukan BPA segera ada titik terang upaya penyehatan AJBB sesuai yang diharapkan para pemegang polis," ujarnya.
Sebelumnya, langkah OJK menangani sengkarut Bumiputera menuai sorotan. Bekas Komisaris Independen Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 Irvan Rahardjo menyebut dalam persoalan kevakuman kepengurusan di AJB Bumiputera, OJK tidak menggunakan kewenangannya untuk membentuk panitia pemilihan Badan Perwakilan Anggota, tapi melimpahkannya kepada pengadilan. Belakangan pengadilan memutuskan bahwa hal itu kewenangan OJK.
Tapi OJK lantas menyerahkan masalah itu kembali ke pemegang polis. "Ini kewenangan OJK tapi mereka tidak melakukan apa-apa. Ini bentuk cuci tangan, gagal paham, dan cari aman," kata Irvan.
Dalam kasus AJB Bumiputera 1912, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Bambang Soesatyo alias Bamsoet meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo yang memilih Dewan Komisioner OJK melalui panitia seleksi ikut bertanggungjawab.
Pasalnya, ia melihat kinerja Dewan Komisioner OJK lamban mengatasi kemelut Asuransi Bumiputera tersebut. Saat ini, insolvent asset Bumiputera hanya sekitar Rp 7 triliun, sedangkan kewajiban jatuh pertanggungannya kurang lebih Rp 60 triliun.
Bamsoet menyebut sekitar 7 juta pemegang polis AJBB yang tersebar di seluruh Indonesia menunggu pencairan polis. Mereka berprofesi sebagai guru, petani, nelayan hingga karyawan BUMN.
"Jika masing-masing memiliki 2 anggota keluarga, 21 juta orang yang menunggu penyelesaian sengkarut AJBB," ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis, 30 September 2021.
Masalah Bumiputera, kata Bamsoet, juga sudah disoroti oleh Bank Dunia sejak September 2019. Dalam laporan Global Economic Risks and Implications for Indonesia, Bank Dunia memberikan catatan khusus terhadap permasalahan perusahaan asuransi tersebut.
Saat itu, Bank Dunia bahkan bahkan menyebutkan Bumiputera sebagai perusahaan yang mungkin tidak likuid dan membutuhkan perhatian segera (urgent). "Namun, OJK terkesan mengabaikannya," ucapnya.
Sengkarut di Bumiputera yang terjadi sejak sebelum penilaian Bank Dunia tersebut, tak ditangani serius sejak pengawasan industri asuransi berada di Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam - LK) hingga berganti ke tangan ke OJK.
"Ini menunjukkan ada yang salah dalam mekanisme pengawasan. OJK tidak boleh main-main dalam melakukan pengawasan terhadap industri keuangan yang mengelola uang rakyat," ujar Bamsoet.
CAESAR AKBAR
Baca juga: Kalau Somasi Tak Ditanggapi, Nasabah Akan Mohonkan PKPU AJB Bumiputera