TEMPO.CO, Jakarta - Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran Hamzah Ritchi mengatakan, aplikasi dan tawaran pinjaman online ilegal menggoda sebagian masyarakat yang membutuhkan dana cepat. Proses dan syaratnya terkesan mudah dengan iming-iming bunga rendah.
“Itu akan menjadi bom waktu bagi sektor ekonomi mikro dan masyarakat tingkat menengah sebagai penggerak ekonomi,” katanya di laman Unpad, Rabu 13 Oktober 2021.
Hasil kajiannya, skema bunga aplikasi pinjaman online lebih besar dibandingkan kredit perbankan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menetapkan batas maksimum bunga pinjaman online 0,8 persen per hari. Selama sebulan, besaran bunganya bisa mencapai 24 persen, atau setahun menjadi 288 persen.
Sementara kredit bank seperti usaha rakyat, kata Ritchi, kisarannya 7 persen per tahun. Ada juga bank yang menetapkan sekitar 9-18 persen per tahun. Dalam jangka pendek, dampak dari pinjaman online ilegal mungkin tidak terlalu terasa.
Namun, jika diagregasi dan dilihat dalam jangka menengah dan panjang dampaknya akan signifikan. “Apalagi dengan literasi keuangan yang rendah, tingkat konsumtif yang tinggi, dan latar belakang ekonomi menengah ke bawah,” katanya.
Pemerintah lewat Otoritas Jasa Keuangan, menurutnya, telah mengatur dan mengawasi secara ketat berbagai layanan bisnis pinjaman online atau peer-to-peer lending (P2P Lending) itu.