TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah nasabah asuransi unit link mengadu ke DPR karena merasa telah ditipu oleh perusahaan asuransi. Mereka menilai apa yang ditawarkan perusahaan asuransi melalui produk unit link tersebut tak sesuai dengan kenyataan dan malah merugikan mereka sebagai nasabah.
Unit link punya nama resmi yakni produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi atau disingkat PAYDI. Para nasabah korban unit link itu mengaku tidak mendapat penjelasan yang terang tentang risiko dan model investasi yang ditawarkan pada asuransi unit link tersebut.
Data Otoritas Jasa Keungan OJK pada kuartal I tahun 2021 mencatat ada 273 aduan mengenai polis unit link.
Dilansir dari laman sikapiuangmu.ojk.go.id, asuransi unit link adalah jenis asuransi yang mengkombinasikan asuransi dengan investasi. Sehingga OJK menggambarkan membeli unit link sama dengan menyelam sambil minum air.
Dengan skema ini uang yang disetorkan oleh nasabah tidak hanya dibayarkan untuk premi asuransi saja namun juga diinvestasikan. Untuk bagian investasi, dana dialokasikan oleh manajer investasi dalam perusahaan asuransi dengan harapan nilainya terus berkembang.
Disebutkan pula dalam laman resmi OJK, tawaran proteksi sekaligus investasi menjadi daya tarik unit link untuk dilirik konsumen. Berbeda dengan asuransi tradisional yang hanya menawarkan proteksi seperti asuransi kesehatan, hanya melindungi saat sakit saja. Tak heran jika pertumbuhan produk unit link mencapai 10 ribu persen, sedangkan asuransi konvensional hanya 380 persen pada 10 tahun terakhir.
Sayangnya penawaran yang terlihat menjanjikan tersebut membuat konsumen terbuai untuk memilih produk unit link. Karena terdapat produk investasi, asuransi unit link juga memiliki risiko seperti produk investasi lainnya. Salah satu resikonya adalah penurunan nilai investasi.
Selain itu, menurut pengakuan perencana keuangan Aidil Akbar Madjid dalam sikapiuangmu.ojk.id, konsumen tidak dapat mengetahui ‘tempat’ uang tersebut diinvestasikan dan biaya apa saja yang diperlukan. Aidil juga mengatakan bahwa produk link unit tidak memberikan keleluasaan sepenuhnya pada nasabah untuk menghentikan investasi.
“Produk unit link juga kurang memberikan keleluasaan kepada nasabah untuk menghentikan investasinya ketika mengalami kesulitan finansial,” papar penulis buku Shocking Unit Link.
Dalam laman milik OJK ini juga disebutkan pandangan Taufik Gumulya. CEO TGRM Financial Planning Services, bahwa investasi dalam unit link tidak menghasilkan pertumbuhan yang optimal daripada produk investasi terpisah seperti reksa dana.
Menurut Taufik, alasan tidak maksimalnya asuransi unit link diakibatkan oleh biayanya yang mahal. “Jangan berharap akan meraih investasi optimal di lima tahun pertama. Pasalnya, di periode tersebut, hasil investasi kita akan dikurangi dengan biaya akuisisi,” ujarnya dalam laman milik OJK.
Taufik menambahkan, terdapat juga produk asuransi unit link yang membebankan biaya akuisisi hingga 41 persen dari setoran premi asuransi untuk lima tahun pertama pada nasabah. Namun hal ini tidak diketahui oleh konsumen yang awam dengan investasi.
TATA FERLIANA
Baca juga: Ke DPR, Nasabah Korban Unit Link Beberkan Berbagai Modus Penipuan Asuransi