TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior Universitas Indonesia Faisal Basri menyebut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan seperti juru bicara investor asing. Pasalnya, Luhut dinilai sering membela korporasi dalam polemik industri, salah satunya di sektor pertambangan.
Saat ini, kata Faisal, ada polemik luar biasa besar di sektor tambang yang membuat Indonesia mengalami kerugian ratusan triliun akibat banyaknya sumber pendapatan yang bocor. Salah satu yang dimaksud adalah pajak pertambangan yang tidak diperoleh dengan optimal atau transaksi perdagangan yang terselubung.
Ia menilai bahwa pemerintah semestinya melindungi rakyat dan keuangan negara dari berbagai risiko kehilangan, termasuk di sektor tambang. Salah satu upaya perlindungan, bisa dilakukan dengan memeriksa dugaan monopsoni dalam praktik dagang smelter.
Yang terjadi sekarang, menurut Faisal, terdapat kecenderungan semua smelter di Indonesia memperlakukan penjual dengan sama. Walhasil, muncul dugaan bahwa hanya ada satu-satunya pembeli, smelter pun tidak punya pilihan lain untuk menjual nikel.
"Kalau saya monopsoni, saya yang menentukan term and conditions, karena saya satu-satunya pembeli," ucap Faisal, Selasa, 12 Oktober 2021. Pada saat itu, menurut dia, negara harus turun untuk melindungi rakyatnya, warga negaranya yang bayar pajak. "Ini yang dilindungi, yang enggak bayar pajak."
Lebih jauh Faisal menyebutkan, pihak yang tidak membayar pajak itu bukan saja berarti melanggar ketentuan perpajakan, tetapi mereka yang memperoleh fasilitas tax holiday. Apalagi hingga kini tidak ada proses audit terhadap fasilitas tax holiday, padahal menurutnya rentan terjadi penyelewengan di sana.
Soal ini, Faisal mengaku sudah memberi tahu Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia terkait kondisi yang ada dan menyarankan audit fasilitas tax holiday.