TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP dapat memberikan dampak positif bagi penerimaan perpajakan. Hal itu sejalan dengan berbagai perubahan kebijakan maupun peningkatan kinerja administrasi perpajakan.
"Dalam jangka pendek di tahun 2022, penerimaan perpajakan diperkirakan tumbuh cukup tinggi dengan rasio perpajakan di kisaran 9 persen PDB," ujar Febrio dalam keterangan tertulis, Senin, 11 Oktober 2021. Beleid tersebut sebelumnya disahkan pada Sidang Paripurna DPR pada tanggal 7 Oktober 2021.
Dalam jangka menengah, kata dia, rasio perpajakan bisa mencapai lebih dari 10 persen Produk Domestik Bruto paling lambat di tahun 2025. Itu bisa tercapai seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin baik dan peningkatan kepatuhan yang berkelanjutan.
Perkiraan tersebut lebih tinggi dari target pemerintah sebelumnya. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sempat mengatakan pemerintah optimis bahwa penerimaan perpajakan 2022 akan lebih baik dibandingkan 2021.
Sri Mulyani memperkirakan rasio perpajakan tahun 2022 berada pada kisaran 8,37 persen sampai dengan 8,42 persen terhadap PDB, atau lebih tinggi dibandingkan dengan target di APBN 2021 sebesar 8,18 persen PDB.
Febrio Kacaribu mengatakan UU HPP merupakan bagian dari reformasi perpajakan yang telah digulirkan sejak tahun 1980-an. Beleid ini dinilai mendekatkan kinerja perpajakan ke level potensialnya dengan perbaikan administrasi maupun kebijakan sehingga perpajakan nasional semakin siap menghadapi berbagai tantangan ekonomi ke depan.
Dari sisi administrasi, kata dia, UU HPP menutup berbagai celah aturan yang masih ada dan mengadaptasi perkembangan baru aktivitas bisnis terkini. Hal ini berkaitan dengan maraknya bisnis yang berbasis digital mengikuti pesatnya kemajuan teknologi informasi.
Sedangkan dari sisi kebijakan perpajakan, UU HPP akan memperkuat aspek keadilan dalam hal beban pajak yang harus ditanggung oleh wajib pajak, serta keberpihakan untuk mendukung penguatan sektor UMKM yang merupakan pelaku utama ekonomi nasional.
Febrio pun mengklaim UU HPP mencerminkan besarnya komitmen Pemerintah untuk melakukan reformasi kebijakan fiskal secara menyeluruh. Perbaikan terus-menerus di sisi belanja melalui berbagai upaya penguatan efisiensi dan efektivitas anggaran harus dibarengi dengan penguatan di sisi pendapatan.
”Keberhasilan reformasi kebijakan fiskal sangat krusial karena mampu memfasilitasi reformasi struktural lainnya, seperti reformasi di bidang kesehatan dan pendidikan untuk penguatan modal manusia serta keberlanjutan penguatan infrastruktur," ujarnya.
Reformasi struktural, kata dia, akan membentuk fondasi bagi ekonomi yang semakin tumbuh tinggi secara berkelanjutan ke depan untuk mencapai Indonesia Maju 2045, melalui penciptaan iklim investasi dan bisnis yang kompetitif.
Baca Juga: Pengempang Pajak Tak Bisa Dipenjara Berdasarkan UU HPP, Betulkah?