TEMPO.CO, Jakarta - Janji Presiden Joko Widodo alias Jokowi beberapa tahun lalu kembali menjadi sorotan masyarakat setelah terbitnya Peraturan Presiden Nomor 93 Tahun 2021 tentang perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 107 Tahun 2015 tentang percepatan penyelenggaraan prasarana dan sana kereta cepat Jakarta - Bandung pada 6 Oktober 2021.
Aturan itu mengizinkan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN dalam pembiayaan proyek kereta berkecepatan 350 kilometer per jam tersebut. Hal ini berbeda dengan pernyataan Jokowi pada awal pelaksanaan proyek yang menjanjikan bahwa proyek sepur kilat ini tidak akan menggunakan kocek negara.
Belakangan, dukungan negara diperlukan setelah biaya proyek sepur kilat itu diperkirakan mengalami cost overrun sekitar US$ 1,9 miliar (Rp 27,17 triliun, asumsi kurs Rp 14.300 per dolar AS).
Di samping melarnya biaya proyek Konsorsium Badan Usaha Milik Negara yang menggarap proyek ini juga ikut terkena dampak pandemi dan menyebabkan mereka belum menyetor modal awal proyek kereta cepat Jakarta-Bandung senilai Rp 4,3 triliun.
Tempo mencatat setidaknya ada tiga janji Jokowi di bidang ekonomi yang tak ditepati. Berikut ini rinciannya.
1. Kereta Cepat Tanpa APBN
Proyek kereta cepat Jakarta Bandung pada mulanya diniatkan tidak akan menggunakan APBN serta tidak mendapat jaminan dari pemerintah. Hal tersebut termuat dalam Perpres 107 Tahun 2015.
Di dalam beleid tersebut, Pasal 4 ayat 2 berbunyi, "pelaksanaan penugasan tidak menggunakan dana dari APBN serta tidak mendapatkan jaminan pemerintah."
Perpres 107 ini diteken Jokowi pada 6 Oktober 2015. Sebulan sebelumnya, 3 September 2015, Jokowi juga mengutarakan keputusannya untuk tidak menggunakan APBN di proyek tersebut.