TEMPO.CO, Jakarta – Staf Khusus Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Arya Sinulingga, menjelaskan alasan pemerintah mendanai proyek kereta cepat dengan APBN. Arya mengatakan konsorsium perusahaan pelat merah yang ditugaskan dalam proyek tersebut mengalami gangguan keuangan karena pandemi Covid-19.
“Ini kondisi mau enggak mau kereta api cepat supaya terlaksana, pemerintah ikut dalam memberikan pendanaan. Ini bukan soal apa-apa, di hampir semua negara, pemerintah ikut campur. Hanya kemarin masalah corona yang membuat proyek terhambat,” ujar Arya dalam rekaman suara kepada wartawan, Sabtu, 9 Oktober 2021.
Perusahaan BUMN yang tergabung dalam konsorsium kereta cepat belum menyetor modal untuk proyek jumbo itu. Adapun BUMN yang terlibat dalam proyek adalah PT Kereta Api Indonesia (Persero), PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Jasa Marga (Persero) Tbk, dan PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero).
Arya mengatakan arus kas Wijaya Karya sebagai pemegang saham kereta cepat terganggu akibat pandemi Covid-19. Begitu juga dengan KAI. Selama pagebluk, jumlah penumpang KAI melorot tajam sehingga perusahaan pelat merah itu mengalami gangguan dari sisi pendapatan.
Nasib sama dirasakan Jasa Marga. Pendapatan perseroan dari sisi jalan tol menurun tajam akibat pembatasan kegiatan masyarakat. Sedangkan PTPN yang merasakan hambatan serupa karena turunnya kinerja akibat wabah.
Arya pun menilai pendanaan kereta cepat dengan APBN seharusnya bukan menjadi masalah. Musababnya, intervensi anggaran negara terhadap proyek infrastruktur skala besar juga dilakukan oleh hampir semua negara maju.
Di sisi lain, menurut Arya, keberlangsungan proyek kereta cepat penting lantaran Indonesia akan bertransformasi sebagai negara modern. “Semua negara maju, negara modern, membutuhkan kereta cepat. Dan kita sedang menuju negara modern. Ketika Pak Jokowi (Presiden Joko Widodo) memutuskan untuk sepakat membangun kereta cepat, itu artinya indonesia akan menjadi negara modern,” tuturnya.
Arya mengklaim saat ini pembangunan infrastruktur kereta cepat sudah mencapai hampir 80 persen. Pemerintah, kata dia, berharap target penyelesaian pembangunan kereta yang akan menekan waktu tempuh antara Jakarta dan Bandung ini sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.
Jokowi pada 6 Oktober lalu meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 yang mengatur pelaksanaan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Perpres ini menggantikan Perpres 107 Tahun 2015.
Dalam perpres lama, pendanaan proyek kereta cepat tidak menggunakan dana APBN. Namun di aturan baru, pemerintah mengizinkan APBN mendanai kereta cepat dengan memperhatikan kesinambungan fiskal.
Baca Juga: Indef Minta Proyek Kereta Cepat Diaudit: Jangan Sampai Menyeret KAI Bangkrut