TEMPO.CO, Jakarta – Direktur Program Indef Esther Sri Astuti mengatakan Indonesia tidak dapat meraih peluang realokasi industri dari perang dagang Cina dan Amerika Serikat seperti layaknya negara-negara lain di ASEAN, khususnya Vietnam. Kondisi ini menyebabkan kinerja investasi Indonesia tidak maksimal.
“Berkaca dari Vietnam, Vietnam adalah the winner, pemenang dalam perang dagang Amerika Serikat dan Cina. Indonesia tidak satu pun pabrik atau perusahaan yang masuk ke Indonesia dari Cina atau Amerika. Ini kita harus melihat apa yang salah dari sini,” ujar Esther dalam acara webinar mengenang 100 hari Enny Sri Hartati, Sabtu, 9 Oktober 2021.
Esther menyatakan Indonesia sebetulnya memiliki potensi sumber daya alam yang lebih besar dan memiliki kesempatan menarik investor. Namun Indonesia tidak mengoptimalkan industri hilirisasinya dan masih mengekspor produk-produk bahan mentah.
Ekspor produk bahan mentah menyebabkan nilai ekspor yang diperoleh rendah. Padahal untuk mendapatkan benefit dari pengapalan komoditas, Indonesia perlu menambahkan edit value sehingga kontribusi ke ekspor lebih signifikan.
Sedangkan di Vietnam, kata Esther, industri setempat sudah mengolah produk ekspor menjadi barang olahan atau barang jadi. Perbedaan inilah yang menyebabkan perekonomian Vietnam lebih maju, padahal struktur ekonominya sama dengan Indonesia.
“Bedanya, di Vietnam ekspornya sudah diolah. Komoditas yang dikirim tidak mentah, tapi sudah olahannya,” ujar Esther.
Esther berujar, butuh sumber daya manusia yang andal untuk mendorong hilirisasi yang dapat menarik investasi. Namun persoalannya, produktivitas tenaga kerja di Indonesia cenderung stagnan, bahkan menurun.