TEMPO.CO, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengklaim Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) menciptakan keadilan pembayaran pajak penghasilan (PPh) bagi masyarakat. Masyarakat dengan pendapatan lebih besar akan membayar PPh dengan tarif lebih tinggi.
“UU HPP menciptakan bracket baru. Masyarakat yang makin memiliki sumber pendapatan lebih besar, mereka juga bayar (pajak) lebih tinggi,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers seperti ditayangkan melalui YouTube Kementerian Keuangan, Kamis, 7 Oktober 2021.
Sri Mulyani menerangkan, orang dengan pendapatan sampai Rp 54 juta per tahun atau 4,5 juta per bulan dan berstatus single akan dikenakan pendapatan tidak kena pajak (PTKP) alias pajak nol persen. PTKP juga berlaku untuk wajib pajak dengan status menikah.
Bila pendapatan wajib pajak digabungkan dengan pendapatan istri yang bekerja, total penghasilan Rp 54 juta pertama tidak akan dipajaki. “Kemudian bila wajib pajak memiliki putra atau putri, maka diberikan tanggungan Rp 4,5 juta per tahun maksimal tiga orang,” kata Sri Mulyani.
Adapun wajib pajak akan membayar PPh jika pendapatan mereka lebih dari Rp 54 juta per tahun. Mereka yang berpendapatan Rp 54-60 juta akan dikenakan tarif PPh 5 persen. Kemudian orang dengan gaji di atas Rp 60 juta sampai Rp 250 juta akan membayar PPh 15 persen dan Rp 250 juta sampai Rp 500 juta membayar PPh 25 persen.
Sementara itu orang dengan pendapatan Rp 500 juta hingga Rp 5 miliar akan dikenakan tarif PPh 30 persen. Dalam undang-undang yang baru, pemerintah dan DPR bersepakat menambah rentang tarif pembayaran PPh bagi orang dengan gaji di atas Rp 5 miliar. Mereka yang bergaji fantastis itu akan membayar PPh dengan tarif 35 persen.
“Ini adalah elemen keadilan yang jelas,” ujar Sri Mulyani.
Lantas bagaimana ilustrasi pembayaran PPh tersebut?
Sri Mulyani memberikan contoh untuk pembayaran PPh bagi orang dengan gaji Rp 5 juta per bulan, Rp 9 juta per bulan, Rp 10 juta per bulan, dan Rp 15 juta per bulan dengan status single.