TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira meminta pemerintah segera membuat satuan tugas khusus lintas kementerian atau lembaga untuk melakukan penyidikan dugaan penggelapan pajak menyusul beredarnya laporan Pandora Papers.
"Pihak yang namanya tersangkut Pandora Papers bisa dipanggil untuk dimintai keterangan dan melampirkan bukti-bukti," ujar Bhima kepada Tempo, Senin, 4 Oktober 2021.
Apabila Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara atau LHKPN, Surat Pemberitahuan Tahunan Wajib Pajak, sampai informasi di laporan keuangan dan transaksi ternyata berbeda dengan fakta dan pihak terkait tidak bisa memberikan sanggahan, kata Bhima, maka kasusnya bisa naik ke tahap pemeriksaan wajib pajak.
Pandora Papers adalah bocoran dokumen finansial rahasia yang berasal dari 14 agen yang mengatur perusahaan cangkang di seluruh dunia. Sejumlah nama pesohor Tanah Air tercantum dalam laporan tersebut, antara lain Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Bhima menyebut pejabat negara yang namanya masuk dalam Pandora Papers, tapi tidak mampu menjelaskan asal dana dan memberikan klarifikasi dengan bukti yang kuat, sebaiknya mundur sebagai tanggung jawab moral.
Kasus serupa, kata dia, pernah terjadi di Islandia saat nama Perdana Menteri masuk dalam Panama Papers, kemudian diberhentikan oleh Mahkamah Agung. Ada juga kasus Menteri Perindustrian di Spanyol yang mengundurkan diri saat tersangkut kasus Panama Papers.
Karena itu, Bhima menyayangkan sejak adanya Panama Papers tahun 2016 yang memuat informasi terkait penggelapan pajak lintas negara, beberapa nama yang disebut dalam laporan masih bebas melakukan aktivitas bisnis, bahkan duduk di pemerintahan tanpa ada konsekuensi hukum apapun.