Senada dengan Rahmat, Kepala Stasiun Geofisika BMKG Bandung Teguh Rahayu juga melaporkan hal yang sama. Menurut Teguh, lightning detector tidak mencatat adanya sambaran petir di daerah Balongan. “Pada prinsipnya di peralatan kami tidak mencatat adanya sambaran petir di jam 00.45 WIB,” katanya saat dihubungi Senin, 29 Maret 2021.
BMKG juga melihat data di luar waktu itu, yaitu antara rentang pukul 00.00 hingga 05.00 WIB. Berdasarkan hasil monitoring alat kelistrikan udara BMKG, kerapatan petir berkumpul di sebelah barat kilang minyak Balongan. “Jaraknya sejauh 77 kilometer,” kata Rahayu.
Tapi dalam rapat bersama DPR hari ini ini, Pertamina juga menyertakan laporan dari PT Perusahaan Listrik Negara (persero) atau PLN. Menurut Djoko, PLN juga punya alat khusus untuk mendeteksi petir bernama Lightning Detection System (LDS).
Hasil pengukuran LDS, kata Djoko, mencatat terdapat 241 sambaran petir dalam radius 15 km dari area kilang. Ratusan petir itu tercatat muncul pada pukul 23.OO WIB sampai 01.00 WIB.
Terakhir, Pertamina juga menyertakan temuan dari PT LAPI ITB yang menyebut sambaran petir travelling menyebakan terjadinya kebocoran di kilang. Sambaran petir ini kemduian yang ikut memicu terjadinya kebakaran.
Dengan sederet temuan dan laporan tersebut, Pertamina pun menyimpulkan penyebab sambaran petir atau induksi pada tangki G dan menyebabkan terjadinya kebakaran.
"Berdampak terjadinya segitiga api (udara oksigen, vapor hydrocarbon, serta sambaran petir)," kata Djoko.
BACA: Dirut Pertamina: Hasil Investigasi Kebakaran Kilang Balongan jadi Standar