TEMPO.CO, Jakarta – Lembaga pengawas pelayanan publik Ombudsman RI tengah mendalami adanya potensi maladministrasi pada tata kelola pupuk bersubsidi. Ombudsman menemukan potensi maladministrasi dalam hal pendataan, pengadaan, penyaluran dan pengawasan pupuk bersubsidi.
Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika mengungkapkan potensi maladministrasi pada aspek pendataan dimana petani atau kelompok tani tidak terdaftar dalam sistem elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK) serta ditemukan adanya indikasi data E-RDKK yang tidak akurat.
“Masalah perbaikan data harus menjadi fokus kita. Mestinya sistem yang ada harus semakin baik lagi dalam pendataan dan dapat memudahkan petani,” kata dia dalam keterangan tertulis, Jumat, 24 September 2021.
Selain itu, pada proses pengadaan pupuk subsidi Ombudsman melihat adanya indikasi perbedaan standar minimum bahan baku pokok pupuk bersubsidi dan non subsidi. Hal ini menurut Ombudsman tidak memenuhi aspek keadilan dan pemerataan bagi petani.
Ombudsman juga menyoroti penyaluran pupuk bersubsidi yang berpotensi tidak sesuai dengan prinsip 6 T yakni tepat jenis, tepat jumlah, tepat harga, tepat tempat, tepat waktu, dan tepat mutu.
Di samping itu, pengawasan pupuk bersubsidi oleh Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KPPP) di tingkat pusat maupun daerah kurang berjalan secara maksimal. Pasalnya, masih ditemukan keluhan-keluhan seperti penyaluran pupuk bersubsidi yang tidak tepat sasaran, belum optimalnya penggunaan kartu tani, hingga permasalahan kelangkaan pupuk bersubsidi bagi petani.
Dengan adanya potensi maladministrasi dalam tata kelola pupuk bersubsidi ini, maka Ombudsman memandang perlu dilakukan upaya pencegahan maladministrasi dan perbaikan ke depan. “Saat ini Ombudsman sedang menyusun kajian sistemik terkait tata kelola pupuk bersubsidi yang nantinya akan menghasilkan saran perbaikan yang akan disampaikan ke pihak terkait, termasuk kepada Presiden Republik Indonesia,” ujar Yeka.
Baca Juga: Politisi: Pupuk Bersubsidi Tanggung Jawab Tiga Kementerian