TEMPO.CO, Jakarta – Perusahaan asal Australia, Sun Cable, sedang membangun proyek infrastruktur energi terbarukan yang diklaim terbesar di dunia dengan pasar utama Singapura. Sun Cable akan melibatkan Indonesia dalam proyek bernama Australia Asia Powerlink (AA Powerlink) itu dengan investasi senilai US$ 2,5 miliar.
“Keputusan Sun Cable untuk investasi lebih dari US$ 2 miliar ini membuktikan bahwa Indonesia adalah mitra yang terpercaya dan lokasi investasi yang strategis bagi komunitas internasional,” ujar Menteri Kordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam konferensi pers, Kamis, 23 September 2021.
Bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia, Sun Cable bakal berinvestasi untuk menciptakan lapangan kerja dan memfasilitasi pertukaran pengetahuan serta inovasi. Sun Cable telah menandatangani nota kesepahaman dengan Institut Pertanian Bogor dan Institut Teknologi 10 Nopember untuk pemberian beasiswa dan penelitian di bidang energi pada masa depan.
Sun Cable berencana menciptakan ratusan lapangan kerja dan mendukung perekonomian Indonesia dengan menciptakan 7.500 pekerjaan. Adapun untuk proyek AA Powerlink, Sun Cable membuka kemungkinan untuk melakukan pengadaan beberapa komponen infrastruktur energi terbarukan dari Indonesia serta pengadaan energy storage dari pelaku bisnis lokal.
Proyek ini digadang-gadang mendorong Indonesia menjadi hub utama untuk rantai pasok manufaktur infrastruktur energi terbarukan. Indonesia juga akan mengintegrasikan teknologi seperti tenaga surya, energy storage, dan sistem transmisi kabel bawah laut yang berjarak 4.200 kilometer.
Luhut mengatakan proyek tersebut akan melewati wilayah teritorial Indonesia. Investasi kabel listrik bawah laut Sun Cable diklaim mematuhi alur yang diatur dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 14 Tahun 2021 tentang Alur Pipa dan/atau Kabel Bawah Laut.
“Proyek ini akan memberikan dampak yang berkelanjutan terhadap perekonomian Indonesia dan ke depan akan meningkatkan pendapatan pemerintah,” ujar Luhut.
CEO Sun Cable David Griffin mengatakan nilai investasi di Indonesia itu terdiri atas US$ 1 miliar untuk pengadaan peralatan dan jasa serta US$ 1,5 miliar untuk pengeluaran selama proyek berlangsung. Investasi mungkin bertambah seiring dengan realisasi proyek tersebut.
“Dengan potensi materi baterai litium yang ada di Indonesia, terdapat peluang pengadaan baterai listrik bagi perusahaan manufaktur di Indonesia sebesar US$6 00 juta atau sekitar Rp 8,5 triliun rupiah,” ujar dia.
Duta Besar Australia untuk Indonesia, Penny Williams, mengatakan negaranya percaya pada pendekatan berbasis teknologi untuk memerangi perubahan iklim. “Saya senang Pemerintah Indonesia telah mendukung proyek Sun Cable untuk memanfaatkan dan berbagi kekuatan energi surya,” ujarnya.
Baca Juga: Australia Akan Sabar Bangun Kembali Hubungan dengan Prancis