TEMPO.CO, Jakarta – Pengamat penerbangan dari Jaringan Penerbangan Indonesia, Gerry Soejatman, memprediksi kekalahan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk di London Court of International Arbitration (LCIA) tidak terlampau berdampak terhadap kinerja perusahaan. Gerry mengatakan operasional maskapai tak terganggu bila manajemen harus mengembalikan pesawat yang mereka sewa.
“Masalahnya permintaan saat ini juga masih anjlok. Kalau pesawat mau dilepas, tentu bisa saja. Dampaknya ke operasional kecil karena kegiatan pasar masih di bawah, outcome-nya tidak terlalu merugikan dari operasional,” ujar Gerry dalam keterangannya, Selasa, 21 September 2021.
Garuda sebelumnya kalah dalam kasus gugatan pembayaran sewa pesawat terhadap lessor-nya, Helice Leasing S.A.S dan Atterisage S.A.S (Goshawk). Gerry mengungkapkan ada kemungkinan Garuda diminta membayarkan sejumlah denda setelah kekalahan gugatan itu.
Namun kemungkinan ini masih melihat kondisi keuangan yang dialami perseroan. Saat ini perusahaan mengalami permasalahan likuiditas akibat pendapatannya dari penjualan tiket penumpang turun. Gerry pun mengungkapkan, belum jelas apa yang harus dibayarkan Garuda Indonesia kepada pihak lessor, apkaah berupa pengembalian pesawat atau pembayaran sejumlah uang.
"Saya melihat di sini tentunya lessor juga masih harus memikirkan prospek penerbangan di Indonesia karena pasar domestik Indonesia yang masih prospektif. Jika ternyata industri penerbangan di Tanah Air kembali pulih maka mau tidak mau lessor akan diuntungkan,” ujar Gerry.
Sementara itu, pengamat hukum penerbangan dari Universitas Tarumanagara, Ahmad Sudiro, menyatakan putusan arbitrase terhadap Garuda belum final dan mengikat. Garuda, kata dia, masih bisa melakukan pendekatan di luar pengadilan kepada pihak yang dimenangkan dalam putusan untuk meminta keringanan.