TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi yakin pamor kebijakan penggunaan mata uang lokal atau Local Currency Settlement (LCS) bakal meningkat dalam beberapa tahun lagi. Hal tersebut merespons berlaku efektifnya penggunaan Rupiah dan Yuan dalam transaksi perdagangan Indonesia dan Cina pada awal bulan September ini.
Sebab, kebijakan ini bisa memberikan opsi biaya yang lebih murah bagi pedagang untuk bertransaksi lintas negara."LCS ini, menurut hemat saya, akan naik kepopulerannya dibandingkan hari ini," kata Lutfi dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat, 17 September 2021.
Sebelumnya, kerja sama LCS Yuan - Rupiah telah diteken Bank Indonesia bersama bank sentral Cina akhir 2020 dan mulai jalan 6 September 2021. Ini lanjutan dari LCS dengan negara lain yang sudah jalan, seperti dengan Jepang, Malaysia, dan Thailand.
"Kami berupaya memperluas kerja sama LCS untuk kebutuhan diversifikasi dan menjaga independensi nilai tukar rupiah agar tak bergantung pada dolas AS," kata Kepala Departemen Internasional Bank Indonesia, Doddy Zulverdi, pada 9 September 2021.
Ada beberapa perbankan yang ditunjuk jadi bank pelaksana salah satunya UOB Indonesia. Wholesale Banking Director UOB Indonesia, Harapman Kasan, mengatakan LCS telah memungkinkan transaksi perdagangan Indonesia Cina langsung dengan Rupiah dan Yuan. Sehingga, pengusaha punya pilihan lain dan tidak bergantung pada Dolar Amerika.
"Dengan Yuan dan Rupiah itu bisa direct, kami harapkan volatilitas dari exchange rate itu bisa berkurang, mudah-mudahan ya," kata dia dalam konferensi pers virtual pada Rabu, 15 September 2021. Jika exchange rate alias nilai tukar mata uang berkurang, pengusaha jadi lebih mudah menentukan harga pokok.