BNI pusat turun tangan dan menyampaikan laporan ke Bareskrim Polri pada 1 April 2021. Andi ikut diperiksa oleh penyidik Bareskrim sebagai saksi. Setelah itu, barulah Bareskrim menetapkan Melati sebagai tersangka.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus, Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Helmy Santika mengatakan Melati awalnya menawarkan deposito dengan bunga 8,25 persen kepada para nasabah, termasuk Andi. Setelah disetujui, Melati terlebih dahulu memasukkan dana nasabah ke rekening bisnis di BNI Makassar atas nama para pemilik deposito.
Lalu, Melati menyerahkan slip kepada para deposan untuk ditandatangani dengan alasan akan dipindahkan ke rekening deposito. Sementara itu, Melati dan rekan bisnisnya telah menyiapkan sejumlah rekening bodong untuk menampung dana nasabah. "Dana yang ada di rekening deposan ditarik dalam waktu yang bersama," kata Helmy pada 12 September 2021.
Penyidik Bareskrim menemukan 13 rekening bodong. Sebanyak 7 rekening bodong atas nama PT AAU, 2 untuk ARM, 2 untuk IN, 1 untuk PT A, dan 1 lagi untuk HN. PT AAU tak lain adalah PT Anugrah Aset Utama, yang dipimpin Andi. Andi juga baru tahu dananya dipindah ke rekening bodong ini dari penyidik Bareskrim saat pemeriksaan.
Hal inilah yang membuat Andi curiga. Sebab, tidak mungkin Melati yang hanya pegawai bagian umum bisa menyetujui perpindahan dana miliaran ke rekening bodong tersebut sendirian. "Dia staf biasa, pasti ada yang lebih gede yang memainkannya," kata adik dari mantan Wakapolri Komisaris Jenderal (Purn) Jusuf Manggabarani ini.
Masalahnya, BNI menemukan kejanggalan dalam bilyet deposito yang dikantongi Andi. Salah satunya, seluruh bilyet deposito hanya berupa cetakan hasil scan, bukan blanko resmi yang dikeluarkan bank.
Seluruh bilyet tidak juga tidak diteken pejabat bank yang sah. Bahkan, bilyet atas nama PT AAU, perusahaan Andi pun, nomor serinya tidak tercetak jelas, huruf kabur, atau buram.