TEMPO.CO, Jakarta - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengkritik kinerja Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam mengawasi industri finansial di tanah air. Salah satunya karena kasus terus berulang, seperti yang terbaru pemalsuan 9 deposito Rp 110 miliar di PT Bank Negara Indonesia (persero) Tbk.
"Mau tidak mau, harus dikatakan untuk industri finansial, memang menyangkut pengawasan OJK yang kurang efektif," kata Ketua YLKI Tulus Abadi saat dihubungi di Jakarta, Kamis, 16 September 2021.
Sebelumnya, kasus dugaan pemalsuan bilyet deposito terjadi di kantor BNI cabang Makassar, Sulawesi Selatan. Bareskrim Polri telah menetapkan tiga tersangka, salah satunya Melati Bunga Sombe, pegawai BNI di kantor cabang tersebut.
BNI juga telah melakukan investigasi dan menemukan kejanggalan. Di antaranya deposito tidak masuk ke dalam sistem bank, tidak diteken pejabat bank yang sah, dan tidak ditemukan adanya setoran nasabah untuk pembukaan rekening.
"Hal-hal tersebut telah menunjukkan bahwa terkait penerbitan maupun transaksi-transaksi yang berkaitan dengan Bilyet Deposito tersebut, dilakukan tanpa sepengetahuan dan keterlibatan Bank," kata kuasa hukum BNI Ronny LD Janis.
Baca Juga:
Tapi dalam kasus BNI ini, kata Tulus, nasabah tentu menyetorkan dana mereka yang kemudian dikonversi menjadi deposito. Transaksi juga dilakukan melibatkan internal bank.
Tapi, pihak BNI justru mengatakan transaksi tidak tercatat di sistem. Padahal, lalu lintas uang ini tentu bisa dipantau oleh pihak bank. "Ini kan aneh," kata dia.