TEMPO.CO, Jakarta - Dua bank nasional PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. atau BNI dan PT Bank Mega Tbk. sedang menghadapi kasus raibnya deposito nasabah. Manajemen kedua bank telah menyampaikan sikap yang sama yakni menunggu putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap alias inkracht sebelum membayar ganti rugi uang deposito yang hilang tersebut.
Kasus di BNI misalnya, sejumlah nasabahnya di kantor cabang Makassar, Sulawesi Selatan, mengaku telah kehilangan deposito dengan total nilai Rp 110 miliar. Tapi, BNI belum bisa mengembalikan dana tersebut sebelum ada putusan inkracht,
"Kami selalu menunggu gugatan tersebut inkracht, sehingga kami akan tunduk pada putusan Mahkamah Agung," kata kuasa hukum BNI, Ronny LD Janis saat dihubungi di Jakarta, Rabu, 15 September 2021.
Kebijakan semacam ini, kata Janis, memang hampir dilakukan semua bank dalam menghadapi gugatan terkait masalah pengembalian dana nasabah. Terutama, apabila terdapat kasus pidana perbankan, pemalsuan, penipuan, hingga tindak pidana korupsi.
"Agar kami tidak salah dalam mengambil keputusan kepada siapa-siapa saja dana tersebut," kata Janis.
Sebelumnya dalam kasus ini, sejumlah nasabah BNI mengaku telah kehilangan dana deposito mereka di kantor BNI cabang Makassar. Total, ada 9 bilyet deposito dengan jumlah dana Rp 110 miliar.
Dua proses hukum sedang berjalan. Untuk pidana, Bareskrim telah menetapkan 3 tersangka, di mana salah satunya adalah Melati Bunga Sombe, pegawai BNI cabang Makassar.
Melati diduga telah melakukan pemalsuan bilyet deposito, dan terancam pidana perbankan hingga pencucian uang. Sementara untuk perdata, kantor BNI cabang Makassar juga menghadapi gugatan wanprestasi di Pengadilan Negeri Makassar.
Gugatan wanprestasi datang dari dua nasabah, yang bernama Hendrik dan Heng Pao Tek. Walau sudah membawa perkara ini ke pengadilan, keduanya tetap berharap uang mereka bisa segera dikembalikan.