"Untuk PPN atas bahan kebutuhan pokok, jasa kesehatan, dan jasa pendidikan yang diterapkan juga secara terbatas ini dikenakan pada barang kebutuhan pokok tertentu yang dikonsumsi masyarakat berpenghasilan tinggi dan ini akan dibuat kriteria," ujar Sri Mulyani dalam rapat bersama Komisi Keuangan DPR, Senin, 13 September 2021.
Untuk jasa kesehatan, pengenaan PPN diberikan untuk Jasa kesehatan yang dibayar tidak melalui sistem Jaminan Kesehatan Nasional. Misalnya, jasa klinik kecantikan, estetika, hingg operasi plastik yang sifatnya non-esensial.
"Untuk peningkatan peran masyarakat dalam sistem jaminan kesehatan nasional, treatment ini akan memberikan insentif masyarakat dan sistem kesehatan masuk sistem JKN," kata Sri Mulyani.
Adapun untuk jasa pendidikan, pengenaan PPN ditujukan untuk jasa pendidikan bersifat komersial dan diselenggarakan lembaga pendidikan yang tidak menyelenggarakan kurikulum minimal yang dipersyaratkan UU sistem pendidikan nasional.
"Ini juga untuk membedakan terhadap jasa pendidikan yg diberikan secara masif oleh pemerintah maupun lembaga sosial lain dibandingkan yang men-charge dengan tuition atau SPP yang luar biasa tinggi," ujar dia. Dengan demikian, madrasah dan yang lainnya tidak akan dikenakan pajak tersebut.
Dalam rapat kerja Komisi Keuangan dan Perbankan DPR dengan pemerintah pada Senin lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan tujuan pemerintah memperluas basis PPN sebagai upaya mereformasi perpajakan melalui RUU KUP.
Namun produk yang dikonsumsi masyarakat banyak seperti barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan dan jasa kesehatan akan dikenai PPN dengan tarif yang lebih rendah dari tarif normal.
Pemerintah juga terbuka atas kemungkinan barang dan jasa itu tak dipungut pajak atau PPN Sembako tak diberlakukan. Selain itu, ada opsi pemerintah memberi kompensasi bagi masyarakat tak mampu.
Baca: BNI Ungkap 4 Kejanggalan Kasus Pemalsuan Deposito Rp 110 M Nasabah di Makassar