Lalu, ada HDK (Hendrik) membawa 3 bilyet deposito atas nama sendiri dan 1 bilyet deposito atas nama HPT (Heng Pao Tek) dengan total senilai Rp 20,1 Miliar. Sehingga, keseluruhannya mencapai 9 bilyet deposito dengan nilai Rp 110 miliar.
Para nasabah tidak bisa mencairkan deposito karena tidak tercatat di sistem BNI. Belakangan, BNI menyebut ada pemalsuan deposito yang melibatkan pegawai mereka sendiri, MBS. Sehingga, BNI melapor ke Bareskrim pada 1 April 2021.
Helmy membenarkan adanya laporan BNI tersebut. Sehingga, Bareskrim pun memeriksa 20 saksi, serta 2 ahli perbankan dan pidana. Hingga akhirnya, polisi pun menetapkan MBS dan 2 orang lainnya sebagai tersangka.
Di sisi lain, Hendrik dan Heng Pao Tek sudah mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Makassar atas perkara ini. Gugatan wanprestasi masuk di pengadilan pada Senin, 24 Mei 2021, dengan nomor 170/Pdt.G/2021/PN Mks.
Ada dua yang menjadi tergugat yaitu BNI cabang Makassar dan satu lagi berinisial MBS. BNI tidak merinci apakah MBS yang menjadi tergugat ini adalah MBS yang sudah berstatus tersangka.
Tapi, dua kuasa hukum nasabah membenarkan bahwa MBS adalah pegawai BNI yang menjadi tersangka. "(Jabatannya) karyawan, jabatannya saya kurang tahu," kata Syamsul Kamar, kuasa hukum Andi Idris Manggabrani, saat dihubungi pada Sabtu, 11 September 2021.
Lalu, Wilson Imanuel Lasi, kuasa hukum Hendrik dan Heng Pao Tek, yang mengugat di pengadilan juga membnarkan hal yang sama. "Benar, tapi dua tersangka lainnya saya kurang tahu, apakah karyawan BNI juga atau bukan," kata Wilson, saat dihubungi pada Selasa, 14 September 2021.