TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah akan menentukan kriteria wajib pajak yang dikenakan pajak penghasilan minimum atau alternative minimum tax. Ketentuan ini akan masuk dalam Revisi Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
"Untuk mencapai tujuan yang diinginkan dan tidak bersifat eksesif, jadi tidak berarti kita memalaki atau walau rugi tetap dibayar," ujar Sri Mulyani dalam rapat bersama Komisi Keuangan DPR, Senin, 13 September 2021.
Sri Mulyani mengatakan PPh minimum itu akan diterapkan kepada WP badan secara terbatas dengan kriteria tertentu. Misalnya memiliki hubungan afiliasi, batasan omzet tertentu, serta telah beroperasi komersial dalam jangka waktu tertentu.
"Ini akan mengakomodasi pandangan dari masyarakat atau dunia usaha bahwa seolah-olah yang rugi tetap dipajaki," tutur Sri Mulyani. "Dengan ketentuan ini, tidak dimaksudkan untuk mengenakan wajib pajak terus-menerus pemungutan pajak, terutama juga wajib pajak UMKM, ini masuk di pasal 31F."
Menurut Sri Mulyani, implementasi pajak minimum dimaksudkan untuk mencegah terjadinya pengindaran pajak yang dilakukan wajib pajak secara agresif. Yaitu WP melaporkan secara terus menerus kerugian atau melaporkan pajak dalam jumlah yang sangat kecil.
Pasalnya, kata dia, pada tahun 2019, wajib pajak badan yang melaporkan rugi menunjukkan tren peningkatan dibanding tahun 2012, yaitu dari 8 persen menjadi 11 persen. Padahal, saat itu pandemi Covid-19 belum terjadi.
Di samping itu, wajib pajak badan yang melaporkan rugi lima tahun berturut-turut juga meningkat dari 5.199 WP pada 2012-2016 menjadi 9496 WP tahun 2015-2019. "WP ini yang lima tahun menyampaikan kerugian tetap beroperasi dan tetap mengembangkan usaha di Indonesia."