TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah mengobservasi sejumlah indikator sejak pelaksanaan Undang-undang desentralisasi dan otonomi daerah 2004, termasuk dari sisi keuangan negara dan hubungannya dengan keuangan daerah.
Salah satu yang ia soroti adalah mengenai pengelolaan keuangan daerah. "Kami melihat pengelolaan keuangan daerah kurang optimal," ujar Sri Mulyani dalam rapat mengenai RUU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah bersama Komisi Keuangan DPR, Senin, 13 September 2021.
Indikasinya, kata dia, adalah besarnya belanja birokrasi seperti belanja pegawai dan belanja barang yang rata-rata 59 persen dari total anggaran daerah dalam tiga tahun terakhir.
Selain itu, Sri Mulyani mengatakan daya saing dan kolaborasi antar daerah juga masih rendah. Badan Riset dan Inovasi Nasional mencatat lebih dari 60 persen daerah memiliki indeks daya saing sedang dan rendah.
Persoalan juga terjadi pada belum optimalnya tata kelola penyelenggaraan pemerintahan daerah. Hal ini terlihat dari masih rendahnya nilai reformasi birokrasi pemerintah daerah yang sebagian besar masih pada predikat CC dan C.
"Bahkan isu transparansi dan integritas, selain transparansi, juga menonjol menjadi concern publik dari 2004-2021. Ada 127 kepala daerah yang menjadi terpidana kasus korupsi," kata Sri Mulyani.
Belum optimalnya kapasitas daerah, tutur dia, menyebabkan akan sulit tercapainya tujuan bernegara. Padahal, sumber daya sudah diberikan kepada daerah. Ia memberi contoh urusan pendidikan dasar dan menengah didesentralisasi ke daerah.
"Sehingga apabila daerah tidak bisa melaksanakan dengan baik, maka dampaknya akan terasa pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan pada kualitas SDM Indonesia hari ini dan ke depan," kata Sri Mulyani.
CAESAR AKBAR
Baca juga: Tak Cukup Pertumbuhan Ekonomi, Sri Mulyani Ungkap Indikator Negara Maju