TEMPO.CO, Surabaya-Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Henry Najoan meminta pada pemerintah agar tidak menaikkan cukai rokok pada 2022.
Alasannya, hampir semua perusahaan rokok terpuruk akibat pandemi Covid-19. Dari segi produksi, kata Henry, barang yang dihasilkan anjlok drastis lantaran pemerintah mensyaratkan buruh pabrik yang boleh masuk kerja hanya 50 persen selama pemberlakuan PPKM.
Sedangkan dari sisi distribusi, kata dia, terganggu oleh jalan-jalan yang disekat. Tak jarang armada pengiriman dipaksa balik arah karena jalan yang akan dilalui ditutup petugas. “Industri rokok terguncang pandemi,” kata Henry dalam pre-seminar bertema Prospek dan Tantangan pada Masa Pandemi Covid-19 terhadap Produk Industri Hasil Tembakau di gedung Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga, Kamis, 9 September 2021.
Henry berujar selama sembilan tahun terakhir atau sejak 2011, industri rokok sudah ngos-ngosan karena dibebani harus membayar cukai di atas angka keekonomian. Dampaknya, produksi rokok pun menurun signifikan. Selain itu, banyak pabrik gulung tikar.
Ia memaparkan data bahwa pada 2011 ada sekitar 1.500 industri rokok yang masih beroperasi. Namun pada 2015 jumlahnya menurun tinggal 500 industri. “Itu pun hanya 150 yang aktif mengambil cukai, lainnya tutup,” ujar Henry.
Pada tahun politik 2019, kata Henry, industri rokok sempat bernapas lega karena pemerintah tidak menaikkan cukai. Namun ternyata itu hanya untuk mengambil hati pelaku industri rokok saja. Sebab setelah tahun politik berakhir, pada 2020 cukai dinaikkan dobel 23 persen ditambah kenaikan 35 persen harga rokok. Pada 2021 cukai dinaikkan lagi sebesar 12,5 persen.